tekocangkir7.blogspot.com

Selasa, 28 Februari 2012

Menjadi Halal Untukku?

Menjadi Halal Untukku?

Arum Jayanti

Cinta. Apakah cinta itu menurut persepsimu? Menurutku cinta itu harus diungkapkan, verbal juga dengan tindakan. Tapi sepertinya cinta bagimu tidak sama denganku. Terkadang aku tidak mengerti apa yang ada dalam benakmu.
***

Mungkin rasa sayang ini tidak seperti rasa sayang lelaki pada umumnya. Rasa sayang yang ditunjukkan dengan kata-kata dan malah terkesan gombal. Aku mungkin tidak seperti apa yang mungkin banyak laki-laki lakukan. Tetapi percayalah, bahwa aku menyayangimu tidak kurang dari rasa sayang lelaki lainnya.
***

Terkadang aku bingung, apakah kau mencintaiku atau tidak. Kau membingungkan. Dan itulah yang membuatku semakin penasaran. Membuatku semakin ingin masuk kedalam kehidupanmu lebih dalam.
***

Janganlah menyangsikan perasaan ini. Aku begini karena aku menyayangimu. Pada saatnya nanti pasti kau akan tahu mengapa aku melakukan hal seperti ini, semata hanya untuk menjagamu, menghargaimu. Jadi, janganlah kau memelihara keraguanmu itu.
***

Kita telah berteman, berpartner bertahun-tahun. Tapi, mengantarkan aku pulang ke rumah saja kau tidak pernah. Bahkan pernah suatu kali, kita terjebak hujan deras di kampus, menawarkan boncengan pun tidak, walaupun tak mengapa hanya sekedar basa-basi. Lelaki mana yang akan membiarkan seseorang yang dicintainya kehujanan sendirian. Walaupun memang kau menungguiku sampai mendapat angkutan umum. Namun, pertanyaan yang tidak pernah absen dibenakku adalah mengapa tak sekalipun kau menawarkan diri untuk mengantarku pulang?... apakah kau takut pada orang tuaku? ataukah memang kau tidak serius denganku?.
***

Taukah kau mengapa aku tak pernah menawarkan diri untuk mengantarmu pulang atau menawarimu boncengan, itu karena aku tidak ingin membuat kita berdua berdosa dihadapan-Nya. Aku ingin menjagamu. Jalan pikiranku mungkin tidak seperti lelaki pada umumnya, tapi aku meyakini bahwa inilah yang terbaik. Untukmu dan untukku, untuk kita berdua.
***

Cinta yang membingungkan. Itulah cinta yang kurasakan. Terkadang aku takut rasa cinta ini hanya bertepuk sebelah tangan. Namun terkadang aku yakin bahwa kau memang mencintaiku. Selalu! Setiap aku sedang berbicara pada seorang laki-laki, ntah itu berdiskusi soal tugas ataupun sekedar tegur sapa, kau selalu saja ikut bergabung dengan kami. Mungkin ini bentuk kegeeranku ataukah kau memang sengaja melakukannya untuk mengetahui apa yang sedang kami bicarakan?... semoga benar itu adalah bentuk kecemburuanmu.
***

Aku tidak tahu mengapa aku selalu ingin tahu apa yang sedang kau bicarakan dengan lelaki-lelaki itu. Setiap kali kau berbicara dengan mereka, hatiku selalu bergemuruh, aku penasaran apa yang sedang kalian bicarakan, aku selalu ingin tahu itu… selalu! Aku ingin marah, tapi bukan wilayah kekuasaanku untuk menumpahkan semua amarahku. Kuakui aku cemburu.
***

Kalau kau cemburu mengapa tidak katakan saja. “Aku cemburu!” apakah kata itu sulit untukmu?. Mengapa kau hanya bisa diam? Taukah kau, terkadang aku berfikir kau hanya mempermainkan perasaanku. Menarik ulur hatiku.
***

Mengapa kau selalu memupuk keraguanmu? Buanglah segala keraguanmu, aku tidak pernah sekalipun berfikir untuk menarik ulur hatimu. Bahkan, aku seperti ini karena aku betul-betul serius padamu. Betul-betul ingin menjagamu. Menjaga kita agar tidak berdosa dihadapan-Nya.
***

Jangankan mengatakan “Aku cemburu!”, menatap mataku saja kau tidak mau. Apakah menurutmu aku sangat jelek? Hingga menatapku saja kau tak sanggup. Ya Allah, aku benar-benar bingung dengan apa yang ada dipikirannya. Disatu sisi aku merasa dia mencintaiku, namun disisi lain aku merasa dia tidak mencintaiku. Apakah cintaku ini hanya bertepuk sebelah tangan? Apakah rasa cintanya yang kurasakan hanya sekedar bentuk kegeeranku semata? Cinta ini betul-betul membingungkan…
***

Mengapa kau berasumsi demikian? Setiap wanita diciptakan Allah dengan kecantikannya masing-masing. Harus kau tahu aku tidak pernah menatap matamu saat kita sedang bicara bukan karena kau jelek, melainkan aku takut! Takut… benar-benar takut… takut  karena makhluk indah ciptaan-Nya sepertimu bisa membuatku berdosa. Ya! Berdosa. Membiarkan mata ini menatap matamu yang bening bak air telaga dapat membuatku zina mata, membuat kita berdosa.
***

Jalan pikiranmu memang tidak bisa kutebak. Itulah yang membuatku semakin penasaran. Kau tidak seperti lelaki lain, lelaki pada umumnya. Kau berbeda, dan perbedaan itulah yang membuatmu semakin istimewa di mataku. Istimewa dan ragu… ntah siapa yang pada akhirnya akan sampai lebih dulu, keistimewaanmu ataukah keraguaan dihatiku? Entahlah…
***

Aku berpegang teguh pada keyakinanku. keyakinan yang membuatku seperti ini. Keyakinan yang membuatku bisa menjagaku, dan menjagamu. Mengetahui batasan-batasan yang akan indah pada waktunya. Aku percaya janji-Nya. Dan karena-Nya lah aku menyayangimu.
***

Kau memang luar biasa. Keyakinanmu membuatku semakin kagum padamu. Rasanya semakin hari kekagumanku semakin bertambah. Ditambah lagi saat kau perhatian padaku. Rasa kagumku bertambah berlipat-lipat. Aku masih ingat salah satu bentuk perhatianmu, waktu itu aku sakit, Kau menelpon ke rumah, bertanya pada ibuku bagaimana keadaanku. Aku bahagia ternyata kau memperhatikanku. Dibalik sikap diammu kau begitu peduli. Kau datang ke rumah. Untuk pertama kalinya kau datang ke rumahku, melihat keadaanku. Terpatri raut wajah cemas dan khawatir diparasmu yang tidak bisa kau sembunyikan, aku benar-benar senang. Aku pun senang saat kau mengusulkan berbagai makanan dan buah-buahan yang dapat menyokongku untuk cepat sembuh. Yang membuatku kurang senang alias bete alias sebel adalah bahkan kau tidak memegang tangan atau dahiku –untuk memastikan suhu badanku dan kekhawatiranmu padaku-, setidaknya itulah yang aku lihat di tv-tv. Mmmm,, atau jangan-jangan kau takut tertular penyakitku? Aku hanya sakit demam berdarah, bukan panu atau cacar air. Jadi, jangan khawatir tertular penyakitku kalau kau pegang.
***

Kau pasti berasumsi macam-macam lagi. Asumsi-asumsimu selalu menggelitikku untuk tertawa. Penyakitmu bukan penyakit menular, bagaimana bisa kau berasumsi aku tidak memegangmu karena aku takut tertular penyakit. Tidak! Aku tidak memegang tangan atau dahimu bukan karena aku takut tertular penyakitmu, melainkan memang bukan hakku untuk menyentuhmu. Betapa dosanya aku, jika sampai menyentuhmu. Aku ingin menghargaimu, menjagamu. Biarlah suamimu kelak yang menyentuhmu. Lelaki yang telah mengijabsahkanmu dihadapan Allah dan semua makhluk-Nya. Namun, tak dapat dipungkiri aku berharap suamimu kelak adalah aku. Itu adalah sebuah pengharapan dari seorang manusia, hasil akhirnya semua kembali lagi pada-Nya, hanya Dialah yang tahu siapa jodoh kita masing-masing.
***

Ya. Mungkin jika kau mendengar isi pikiranku kau akan terkekeh. Bagaimana mungkin aku membandingkan realitas nyata dengan realitas sinetron di tv. Tidak semua realitas sinetron itu positif dan cocok diterapkan dalam realitas kenyataan. Bicara soal realitas kenyataan, sekarang kau sudah mapan, tampan, matang, pasti banyak wanita yang melirik, menyukai, dan menginginkanmu.  Semakin banyak pilihanmu untuk mendapatkan calon pendamping hidupmu. Semakin banyak wanita lebih dariku yang menyukaimu. Lebih dalam banyak hal; kecantikan, kepintaran, kereligiusan dan sebagainya. Banyak penggemar wanitamu yang mengulurkan hijabnya lebih panjang dariku. Apakah mungkin kau memilihku?
***

Apakah tingkat kereligiusan dan keimanan seseorang diukur dari panjang pendeknya hijab? Mengapa kau selalu ragu padaku? Hapuslah segala keraguanmu. Memang banyak wanita cantik, pintar dan lebih religius darimu, tapi… hatiku telah tetaut padamu, dalam dirimu aku menemukan bukan hanya kecantikan fisik, tapi juga kecantikan hati. Hal itulah yang membuatku menyayangimu. Selain itu, kau juga selalu membuatku tersenyum, selalu menyejukkan hatiku. Itu membuatku begitu nyaman denganmu.
***

Ya! Banyak wanita lebih dariku dalam segala hal yang menyukaimu. Sementara sampai saat ini aku tidak tahu apakah kau mencintaiku atau tidak… Ya Allah, ini benar-benar membingungkan. Apakah sekarang waktunya aku untuk berhenti. Benar-benar berhenti mengharapkannya. Jika benar perasaan cintaku ini bertepuk sebelah tangan dan hanya berupa harapan kosong belaka, tolong hilangkanlah perasaan sayangku ini Ya Allah.
***

Sepertinya sudah waktunya aku mengungkapkan perasaanku ini. Sudah waktunya aku bilang pada Orang tuanya. Sudah waktunya aku menyempurnakan agamaku. Mungkin inilah waktu yang tepat. Aku ingin dia menjadi halal untukku. Jika benar dia adalah jodoh hamba, tolong dekatkanlah kami ya Allah, dan hamba mohon berilah hamba kelancaran dalam mengungkapkan isi hati padanya.
***

Ini adalah kegiatan sarasehan yang kami adakan setiap bulan. Untuk menjalin ukhuwah diantara kakak alumni dan teman-teman organisasi. Dan tentu saja kau hadir dalam acara ini. Kau memang terkenal. Dalam acara ini pun aku melihat banyak wanita yang mengagumimu, mencuri pandangan padamu. Aku tahu, karena aku juga wanita. Aku merasakannya. Mulai sekarang aku akan berusaha berhenti menyukaimu, walaupun sebenarnya berat. Aku sengaja menyibukkan diri dengan buku dan pena dihadapanku agar tidak melihatmu, kebetulan aku bendahara. Kau hadir dan memberikan sambutan. Yah, seperti biasa, tepukan hangat ramai riuh untukmu. Seperti acara sarasehan setiap bulan biasanya. Yang tidak biasa adalah pada akhir acara kau meminta mc untuk memberi kesempatan untuk mengatakan sesuatu. Dan itu benar benar mengejutkanku.
. ***

Aku naik ke atas panggung, seperti seorang yang akan berpresentasi.
            “Saya berada di sini ingin mengajukan proposal. Yah! Bisa dibilang proposal. Proposal untuk menyempurnakan agama Allah. Saya telah bicara pada orang tuanya. Beliau merestui niat saya. Sekarang waktunya saya yang bicara pada wanita itu”
(tiba-tiba LCD disampingnya muncul sajak – sajak puisi. Dan dia mulai membacanya)
Aku diam…
Bukan berarti aku tak sayang..
Aku menyayangimu… karena cintaku pada-Nya
Dalam diamku… aku menyayangimu…
Mungkin aku tak seperti lainnya… tapi taukah rasa sayangku tidak kurang dari yang lain?
Maukah kau menjadi halal untukku?
Maukah kau menjadi penyempurna agamaku?
Maukah kau menjadi Ibu untuk anak-anakku?
***

Hatiku seperti tersayat pisau sembilu. Sungguh beruntung wanita yang telah membuatmu berani bertindak sedemikian ekstrem. Bahkan diawal, kau bilang kau telah menemui orangtua wanita itu. Aku melamun dalam kepedihan. Rasanya air mata ini ingin mengucur deras, namun tertahan. Dada ini rasanya sesak. Aku melamun… benar-benar melamun, hingga tidak mendengar kebisingan sekelilingku… terlamun dalam kesedihan yang begitu dalam…
***

Dan dislide terakhir sengaja aku tulis namamu…
“Maukah Nisa?”
“Maukah kau menjadi halal untukku, yasmeen arrafi nisa?”
***

Aku menikmati lamunanku, benar-benar menikmati lamunan sayatan-sayatan rasa pedih ini. Sampai pada akhirnya seorang teman menyenggolku dan disambut teriakan “mau! Mau! Mau!” dari teman-teman yang lainnya. Aku benar-benar linglung dan bingung dengan mereka yang menatapku seperti itu. Untuk menghilangkan kebingungan ini Aku terpaksa melihat kearahmu menyaksikan proses lamaranmu pada wanita yang beruntung itu. Kau berkata:
“Maukah Nisa?”
“Maukah kau menjadi halal untukku yasmeen arrafi nisa?”
Aku hanya bisa terpaku. Nisa, Yasmeen arrafi nisa itu namaku. Ya Allah, Bangunkan Aku….








Tembalang, November 2011

Sketsa



Kuhabiskan kisahku dengan menonton
Penderitaan, pedih-peri, sedu-sedan
Tak satupun terlewatkan
Tak terhitung berapa butir airmata ku cucuran
Luapan emosi dan kesedihan
Tiap lakon tercitra luka
Tiap sketsa tersirat duka
Dan aku, hanya jadi penonton melo saja


Pleburan, 8 Januari 2011

Sukma di Selasar

Butiran salju menghujam katup jantung
lecutan berahi merasuk tiap jengkal nadi
Bangunkan sukma yang meringkuk di selasar bukit
Mari bangkit!

Tak perlu slogan gegoakan
Bukan saatnya menyusu
Apakah kau tega menetek pada tubuh ringkih itu?
Mari acuh!

Tempa diri jadi pribadi pemberani
Berdiri kuat layaknya oak
Berpendirian kokoh bak canaian intan
Mari membuntang!

Menebus seruput udara dalam luluhan lumpur
Menggurat senyum pada jasad sepuh
Menggenggam asa dalam setangkup jaya
Mari berkarya!



Weleri, 28 Februari 2012

Gagap

Menyakitkan memang
Kesenjangan penceritraan dengan pencitraan
Hanya mengira-ngira atau mendengar setengah matang
Mereka berceloteh latah
Siapa subjeknya?
Apakah perlu ber-warta agar bisa dimengerti?

Menyakitkan memang
Hanya bisa berkeluh-peluh
Tanpa solusi yang meluruh


Yah!
Menyakitkan memang
Menjadi sorang gagap di gegap gempita dunia


Weleri, 27 Februari 2012

Minggu, 26 Februari 2012

Nh. Dini; Sastra dan Totalitas


BAB I
ISI


Diskusi Sastra di Bulan Bahasa bersama Nh. Dini

Mahasiswa Sastra Indonesia Undip mengadakan acara Diskusi Sastra bersama Nh. Dini tanggal 27 Oktober 2011 yang bertepatan pada bulan bahasa. Acara ini digelar di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran –kediaman Nh. Dini-.
Pokok-pokok yang dibahas dalam acara diskusi sastra tersebut adalah menempatkan pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai pusat kegiatan guna menjadikan bahasa yang bermartabat. Memposisikan kembali pentingnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai wujud kesetiaan, kebanggaan, dan rasa patriotism pemakai bahasa. Menempatkan Sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya bangsa yang patut dihargai dan dikembangkan sebagai potret jati diri bangsa. Cara mewujudkan hal-hal tersebut yaitu dengan cara melakukan koreksi terhadap penyimpangan penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mengingat bahwa itu adalah bahasa nasional dan resmi milik Negara, dan hal tersebut harus didukung juga oleh kalangan muda yang kelak akan melanjutkan generasi muda.
Menempatkan pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai pusat kegiatan guna menjadikan bahasa yang bermartabat. Mengapa hal itu perlu dilakukan ? karena sebagian besar pemuda Indonesia lebih bangga dengan penggunaan istilah-istilah asing dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata serapan asing terutama bahasa Inggris semakin membludak di Indonesia. Hal tersebut mengesankan bahwa bahasa asing lebih bermartabat dan mempunyai tempat di hati bangsa Indonesia.
Dalam diskusi kemarin, Nh. Dini juga menyinggung tentang penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini yang mengikuti perkataan artis seperti perkataan, elo gue end, dan lain-lain dijadikan trend berbahasa, sehingga makin tenggelamnya eksistensi kata “saya”. Fenomena-fenomena semacam yang membuat Nh. Dini merasa prihatin. Bahasa adalah potret jati diri suatu bangsa, jika bahasanya saja sudah amburadul, bagaimana dengan bangsanya?... Oleh karena itu, kita harus memposisikan kembali pentingnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai wujud kesetiaan, kebanggaan, dan rasa patriotism pemakai bahasa. Bagaimana caranya? Mulailah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari diri kita sendiri.
Nh. Dini juga berbincang-bincang masalah menempatkan Sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya bangsa yang patut dihargai dan dikembangkan. Sebagai orang yang telah berkiprah dan telah “menghasilkan” dari tulisan-tulisannya, beliau berpendapat bahwa Sastra Indonesia adalah kekayaan budaya bangsa yang patut dikembangkan. Beliau juga mengatakan bahwa beliau apresiatif tehadap sastrawan-sastrawan yang menuangkan kata-kata yang pantas dan tidak “vulgar” dalam karya sastra mereka. Dengan demikian sastra Indonesia dapat ditempatkan sebagai kekayaan budaya bangsa yang patut dihargai.
Intinya, untuk mewujudkan hal-hal tersebut kita harus mengkoreksi terhadap penyimpangan penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mengingat bahwa itu adalah bahasa nasional dan resmi milik Negara. Kesadaran berbahasa dari dalam dirilah yang terpenting.


Biografi Nh. Dini

Sejarah hidup
NH Dini dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ulang tahunnya dirayakan empat tahun sekali. Masa kecilnya penuh larangan. Konon ia masih berdarah Bugis, sehingga jika keras kepalanya muncul, ibunya acap berujar, “Nah, darah Bugisnya muncul".
NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Ibu Dini adalah pembatik yang selalu bercerita padanya tentang apa yang diketahui dan dibacanya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang-tembang Jawa dengan Aksara Jawa dan sebagainya. Baginya, sang ibu mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk watak dan pemahamannya akan lingkungan.
Sekalipun sejak kecil kebiasaan bercerita sudah ditanamkan, sebagaimana yang dilakukan ibunya kepadanya, ternyata Dini tidak ingin jadi tukang cerita. la malah bercita-cita jadi sopir lokomotif atau masinis. Tapi ia tak kesampaian mewujudkan obsesinya itu hanya karena tidak menemukan sekolah bagi calon masinis kereta api.
Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di [[RRI]Semarang dalam acara Tunas Mekar.
Karier
Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah telajur dicap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca NH Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya.
Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama NH Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (1977), Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Budi Darma menyebutnya sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidakadilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif, seperti komentar Putu Wijaya; 'kebawelan yang panjang.'
Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya sudah amat ke barat-baratan, hingga norma ketimuran hampir tidak dikenalinya lagi. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya NH Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra.
Bukti keseriusannya dalam bidang yang ia geluti tampak dari pilihannya, masuk jurusan sastra ketika menginjak bangku SMA di Semarang. Ia mulai mengirimkan cerita-cerita pendeknya ke berbagai majalah. Ia bergabung dengan kakaknya, Teguh Asmar, dalam kelompok sandiwara radio bernama Kuncup Berseri. Sesekali ia menulis naskah sendiri. Dini benar-benar remaja yang sibuk. Selain menjadi redaksi budaya pada majalah remaja Gelora Muda, ia membentuk kelompok sandiwara di sekolah, yang diberi nama Pura Bhakti. Langkahnya semakin mantap ketika ia memenangi lomba penulisan naskah sandiwara radio se-Jawa Tengah. Setelah di SMA Semarang, ia pun menyelenggarakan sandiwara radio Kuncup Seri di Radio Republik Indonesia (RRI) Semarang. Bakatnya sebagai tukang cerita terus dipupuk.
Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali - hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya.
Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekedar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang sarat ide cemerlang. Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional.
Ia mengakui bahwa produktivitasnya dalam menulis termasuk lambat. Ia mengambil contoh bukunya yang berjudul Pada Sebuah Kapal, prosesnya hampir sepuluh tahun sampai buku itu terbit padahal mengetiknya hanya sebulan. Baginya, yang paling mengasyikkan adalah mengumpulkan catatan serta penggalan termasuk adegan fisik, gagasan dan lain-lain. Ketika ia melihat melihat atau mendengar yang unik, sebelum tidur ia tulis tulis dulu di blocknote dengan tulis tangan.
Pengarang yang senang tanaman ini, biasanya menyiram tanaman sambil berpikir, mengolah dan menganalisa. la merangkai sebuah naskah yang sedang dikerjakannya. Pekerjaan berupa bibit-bibit tulisan itu disimpannya pada sejumlah map untuk kemudian ditulisnya bila sudah terangkai cerita.
Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang, pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang (kini 42 tahun) dan Pierre Louis Padang (kini 36 tahun). Anak sulungnya kini menetap di Kanada, dan anak bungsunya menetap di Prancis.
Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966, Dini melahirkan anak keduanya pada 1967. Selama ikut suaminya di Paris, ia tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace). Dia turut serta menyelamatkan burung belibis yang terkena polusi oleh tenggelamnya kapal tanker di pantai utara Perancis.
Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan diManila, Filipina. Pada 1976, ia pindah ke Detroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta.
Mantan suaminya masih sering berkunjung ke Indonesia. Dini sendiri pernah ke Kanada ketika akan mengawinkan Lintang, anaknya. Lintang sebenarnya sudah melihat mengapa ibunya berani mengambil keputusan cerai. Padahal waktu itu semua orang menyalahkannya karena dia meninggalkan konstitusi perkawinan dan anak-anak. Karena itulah ia tak memperoleh apa-apa dari mantan suaminya itu. Ia hanya memperoleh 10.000 dollar AS yang kemudian digunakannya untuk membuat pondok baca anak-anak di Sekayu, Semarang.
Dini yang pencinta lingkungan dan pernah ikut Menteri KLH Emil Salim menggiring Gajah Lebong Hitam, tampaknya memang ekstra hati-hati dalam memilih pasangan setelah pengalaman panjangnya bersama diplomat Perancis itu. la pernah jatuh bangun, tatkala terserang penyakit 1974, di saat ia dan suaminya sudah pisah tempat tidur. Kala itu, ada yang bilang ia terserang tumor, kanker. Namun sebenarnya kandungannya amoh sehingga blooding, karena itu ia banyak kekurangan darah. Secara patologi memang ada sel asing. Kepulangannya ke Indonesia dengan tekad untuk menjadi penulis dan hidup dari karya-karyanya, adalah suatu keberanian yang luar biasa. Dia sendiri mengaku belum melihat ladang lain, sekalipun dia mantan pramugrari GIA, mantan penyiar radio dan penari. Tekadnya hidup sebagai pengarang sudah tak terbantahkan lagi.
Mengisi kesendiriannya, ia bergiat menulis cerita pendek yang dimuat berbagai penerbitan. Di samping itu, ia pun aktif memelihara tanaman dan mengurus pondok bacanya di Sekayu. Sebagai pencinta lingkungan, Dini telah membuat tulisan bersambung di surat kabar Sinar Harapan yang sudah dicabut SIUPP-nya, dengan tema transmigrasi.
Menjadi pengarang selama hampir 60 tahun tidaklah mudah. Baru dua tahun terakhir ini, ia menerima royalti honorarium yang bisa menutupi biaya hidup sehari-hari. Tahun-tahun sebelumnya ia mengaku masih menjadi parasit. Ia banyak dibantu oleh teman-temannya untuk menutupi biaya makan dan pengobatan.
Tahun 1996-2000, ia sempat menjual-jual barang. Dulu, sewaktu masih di Prancis, ia sering dititipi tanaman, kucing, hamster, kalau pemiliknya pergi liburan. Ketika mereka pulang, ia mendapat jam tangan dan giwang emas sebagai upah menjaga hewan peliharaan mereka. Barang-barang inilah yang ia jual untuk hidup sampai tahun 2000.
Dini kemudian sakit keras, hepatitis-B selama 14 hari. Biaya pengobatannya dibantu oleh Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Karena ia sakit, ia juga menjalani USG, yang hasilnya menyatakan ada batu di empedunya. Biaya operasi sebesar tujuh juta rupiah serta biaya lain-lain memaksa ia harus membayar biaya total sebesar 11 juta. Dewan Kesenian Jawa Tengah, mengorganisasi dompet kesehatan Nh Dini. Hatinya semakin tersentuh ketika mengetahui ada guru-guru SD yang ikut menyumbang, baik sebesar 10 ribu, atau 25 ribu. Setelah ia sembuh, Dini, mengirimi mereka surat satu per satu. Ia sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya. Sejak 16 Desember 2003, ia kemudian menetap di Sleman, Yogyakarta. Ia yang semula menetap di Semarang, kini tinggal di kompleks Graha Wredha Mulya, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono X yang mendengar kepindahannya, menyarankan Dini membawa serta perpustakaannya. Padahal empat ribu buku dari tujuh ribu buku perpustakaannya, sudah ia hibahkan ke Rotary Club Semarang.
Alhasil, Dini di Yogya tetap menekuni kegiatan yang sama ia tekuni di Semarang, membuka taman bacaan. Kepeduliannya, mengundang anak-anak di lingkungan untuk menyukai bacaan beragam bertema tanah air, dunia luar, dan fiksi. Ia ingin anak-anak di lingkungannya membaca sebanyak-banyaknya buku-buku dongeng, cerita rakyat, tokoh nasional, geografi atau lingkungan Indonesia, cerita rekaan dan petualangan, cerita tentang tokoh internasional, serta pengetahuan umum. Semua buku ia seleksi dengan hati-hati. Jadi, Pondok Baca Nh Dini yang lahir di Pondok Sekayu, Semarang pada 1986 itu, sekarang diteruskan di aula Graha Wredha Mulya. Ia senantiasa berpesan agar anak-anak muda sekarang banyak membaca dan tidak hanya keluyuran. Ia juga sangat senang kalau ada pemuda yang mau jadi pengarang, tidak hanya jadi dokter atau pedagang. Lebih baik lagi jika menjadi pengarang namun mempunyai pekerjaan lain.
Dalam kondisinya sekarang, ia tetap memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya. Ia merasa beruntung karena dibesarkan oleh orang tua yang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang senantiasa menjaga harga diri. Mungkin karena itu pulalah NH Dini tidak mudah menerima tawaran-tawaran yang mempunyai nilai manipulasi dan dapat mengorbankan harga diri.
Ia juga pernah ditawari bekerja tetap pada sebuah majalah dengan gaji perbulan. Akan tetapi dia memilih menjadi pengarang yang tidak terikat pada salah satu lembaga penerbitan. Bagi Dini, kesempatan untuk bekerja di media atau perusahaan penerbitan sebenarnya terbuka lebar. Namun seperti yang dikatakannya, ia takut kalau-kalau kreativitasnya malah berkurang. Untuk itulah ia berjuang sendiri dengan cara yang diyakininya; tetap mempertahankan kemampuan kreatifnya.
Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya
NH Dini sekarang tinggal di Panti Wredha Langen Wedharsih, Ungaran.



BAB II
TANGGAPAN / APRESIASI


Nh. Dini merupakan sastrawan yang peduli terhadap seni dan bahasa. Totalitasnya terhadap bahasa dan sastra Indonesialah yang membuatnya terus menulis dan menulis. Kecintaannya terhadap bahasa dan sastra Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Kiprah beliau dalam dunia sastra sudah melanglangbuana bahkan sampai mancanegara.
Karena kecintaan beliau terhadap bahasa dan sastra Indonesia membuat beliau prihatin. Prihatin atas pemakaian bahasa Indonesia sekarang yang mengikuti perkataan artis seperti perkataan, elo gue end, dan lain-lain dijadikan trend berbahasa, sehingga makin tenggelamnya eksistensi kata “saya”. Fenomena-fenomena semacam yang membuat Nh. Dini merasa prihatin. Beliau berkeinginan menempatkan pendidikan dan pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai pusat kegiatan guna menjadikan bahasa yang bermartabat. Dalam hal ini bermartabat di hati orang Indonesia, memposisikan kembali pentingnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai wujud kesetiaan, kebanggaan, dan rasa patriotism pemakai bahasa. Cara mewujudkan hal-hal tersebut yaitu dengan cara melakukan koreksi terhadap penyimpangan penggunaan bahasa Indonesia dengan selalu mengingat bahwa itu adalah bahasa nasional dan resmi milik Negara. Dan yang paling penting adalah kesadaran berbahasa yang baik dan santun dari diri sendiri. Selain itu, beliau juga menilai Sastra Indonesia sebagai kekayaan budaya bangsa yang patut dihargai dan dikembangkan sebagai potret jati diri bangsa. Dalam artian karya sastra yang dianggap kekayaan dan budaya bangsa Indonesia adalah karya sastra yang menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga dapat dijadikan potret jati diri bangsa.
Menurut saya pribadi, beliau adalah orang yang tegas, tangguh dan mencerminkan wanita jawa yang anggun dan halus. Kreatifitas dan totalitasnya terhadap sastra Indonesialah yang mengantarkan beliau menjadi seseorang yang memang pantas dikagumi. Yang lebih membuat saya kagum adalah sampai usianya yang tergolong tidak muda lagi, beliau tetap peduli terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sendratari Ramayana; Pesona Budaya Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

I.            Latar Belakang Masalah
Menonton Sendratari Ramayana merupakan suatu pembelajaran langsung yang sangat bermanfaat karena dapat memperluas khasanah keilmuan dalam bidang seni dan kebudayaan. Apalagi, dewasa ini generasi muda sudah jarang yang peduli pada kebudayaan Indonesia.
Oleh karena itu, dengan adanya studi lapangan menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan dijadikan materi penunjang dalam pembelajaran mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia.
            Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.
            Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna dan Rahwana, serta pertemuan kembali Rama-Sinta.Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Kita diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.

II.            Rumusan Masalah
~        Sinopsis Sendratari Ramayana?
~        Tokoh dan Penokohan Sendratari Ramayana?
~        Bagaimana tata panggung Pertunjukan Sendratari Ramayana?
~        Bagaimana tata musik Pertunjukan Sendratari Ramayana?
~        Bagaimana tata lampu dalam Pertunjukan Sendratari Ramayana?
~        Bagaimana kostum dan tata rias tokoh Sendratari Ramayana?
~        Apakah unsur yang menonjol dalam Sendratari Ramayana?

III.            Tujuan Penelitian
Menambah wawasan, dan pengetahuan kita tentang kesenian dan kebudayaan Indonesia, serta membuka mata kita akan banyaknya kebudayaan Indonesia yang wajib kita lestarikan dan patut diapresiasi. Selain itu, penelitian studi lapangan menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia.

IV.            Kegunaan Penelitian
Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang khasanah budaya Indonesia. Selain itu, penelitian studi lapangan ke museum Affandi ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia.

V.            Metode Penelitian
A.    Jenis data
Data berupa hasil tinjauan langsung ke tempat penelitian yakni menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana di Kompleks Candi Prambanan Jl. Raya Yogya-Solo km 16 Prambanan.
B.     Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui studi langsung ke lapangan yakni menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana di Kompleks Candi Prambanan Jl. Raya Yogya-Solo km 16 Prambanan. Selain itu juga data didapat melalui internet dan buku literature yang relevan dengan penelitian ini.
C.     Teknik Analisis Data
Analisis dilakukan dengan tinjauan langsung ke lapangan yakni menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana di Kompleks Candi Prambanan Jl. Raya Yogya-solo km 16 Prambanan yang merupakan obyek dalam penelitian ini.

VI.            Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian kelompok kami adalah Pertunjukan Sendratari Ramayana yang digelar pada hari Selasa, 24 mei 2011 jam 19.00 WIB sampai dengan selesai di Kompleks Prambanan Jl. Raya Yogya-Solo km 16 Prambanan.


VII.            Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
          Dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, metode penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 Isi
          Dalam bab ini akan dikemukakan sinopsis, tokoh dan penokohan, tata panggung, tata musik, tata lampu, kostum dan tata rias, dan unsure yang menonjol dalam pertunjukan Sendratari Ramayana tanggal 24 mei 2011 di Kompleks Candi Prambanan Jl. Raya Yogya-Solo km 16 Prambanan.
Bab 3 Penutup
          Dalam bab ini dikemukakan simpulan penelitian dan saran yang berkaitan dengan penelitian.


























BAB 2
 ISI

       I.            Sinopsis
Negeri mantili yang dipimpin seorang raja bernama Prabu Janaka. Mempunyai Putri cantik jelita bernama Dewi Shinta. Pada suatu hari diadakan suatu sayembara untuk menentukan calon suami Dewi Shinta. Akhirnya sayembara tersebut dimenangkan oleh Putra Mahkota kerajaan Ayodya yang bernama Prabu Wijaya. Prabu Rahwana Raja Alengkadiraja sangat ingin memperistri Dewi Widowati. Setelah melihat Dewi Shinta, Rahwana menganggap bahwa Shinta adalah titisan Dewi Widowati yang selama ini dicari-cari.
Rahwana di pendapa kerajaan Alengka mengadakan pasewakan Agung yang dihadiri oleh Kumbakarna, Indrajid dan Patih Prahasta, serta rakyat. Mereka menanti titah dari Raja Alengka. Namun tiba-tiba datanglah Sarpakenaka, adik Rahwana. Ia menangis minta pertolongan karena diperdaya oleh satria di hutan Dandaka, dan melaporkan bawasanya ada wanita cantik bersama satria tersebut. Mendengar laporan itu, Rahwana marah, dipanggilnya Kalamarica untuk ikut bersamanya membunuh serta mencari wanita yang dimaksud.
Rama Wijaya Putra Mahkota kerajaan Ayodya bersama Shinta Istrinya dan disertai Leksmana adiknya, sedang dalam pengembaraan sampai di hutan Dandaka. Rahwana yang melihat Shinta timbul niat untuk memiliki, maka dicarilah akal yaitu dengan mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi seekor Kijang Kencana untuk menggoda. Melihat keelokan kijang tersebut, Shinta meminta Rama untuk menangkapnya. Rama berusaha mengejar kijang tersebut dan meninggalkan Shinta bersama Leksmana untuk mencari Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana melingkarinya dengan lingkaran magis untuk menjaga keselamatan Shinta. Rahwana berusaha menculik Shinta yang telah mengetahui Shinta telah ditinggal seorang diri, akan tetapi maksud tersebut gagal karena lingkaran magis yang dibuat Leksmana. Rahwana mencari akal dengan merubah dirinya menjadi Brahmana tua. Ketika Shinta mendekatinya untuk memberi sedekah dan telah keluar dari lingkaran, maka ditariklah Shinta dan dibawa terbang ke Alengka.
Dalam perngejaran akhirnya kijang dipanah Rama. Ternyata kijang tersebut berubah menjadi Raksasa Kalamarica, sehingga terjadilah perang dengan Rama. Marica akhirnya terpanah oleh Rama. Leksmana menyusul Rama, mengajaknya segera bertemu Shinta.
Perjalanan Rahwana membawa Shinta ke Alengka terhambat oleh seekor burung Garuda bernama Jatayu. Jatayu ingin menolong Shinta yang dikenalinya sebagai Putri Prabu Janaka sahabatnya. Dalam peperangan tersebut Jatayu dapat dilumpuhkan Rahwana. Karena Rama dan Leksmana tidak menemui Shinta di tempat semula, maka dicarinya Shinta. Saat perjalanan, mereka bertemu dengan Jatayu dalam keadaan luka parah. Rama mengira Jatayu yang menculik Shinta. Jatayu akan dibunuh oleh Rama, tetapi dapat dicegah Leksmana. Setelah Jatayu menceritakan keadaan yang sebenarnya, ia mati dengan iringan Rama dan Leksmana. Dalam kesedihannya datanglah seekor kera putih bernama Hanuman yang diutus pamannya, Sugriwa untuk mencari dua orang satria yang dapat mengalahkan Subali, kakaknya. Sugriwa tidak dapat mengalahkan Subali yang sakti dan telah merebut Dewi Tara, kekasihnya. Akhirnya Rama membantu Sugriwa mengalahkan Subali. Kemudian Sugriwa membantu Rama mencari Dewi Shinta karena jasa baik Rama. Ia mengutus Hanuman untuk mencari dan menyelidiki Negeri Alengka.
Di dalam kerajaan Alengka, Trijata kemenakan Rahwana menghibur Shinta. Tiba-tiba Rahwana datang untuk membujuk Shinta agar mau menjadi istrinya. Namun bujuk rayu Rahwana ditolak sehingga Rahwana bermaksud untuk membunuhnya, tetapi berhasil dicegah. Trijata meminta Rahwana untuk bersabar dan Trijata menyanggupi untuk menjaga Shinta. Didalam kesedihannya, Shinta dikejutkan dengan tembang yang dibawakan oleh kera putih Hanuman. Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghada[ untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama.
Setelah selesai menghadap Shinta, Hanuman ingin mengetahui kekuatan kerajaan Alengka. Maka dirusaklah keindahan taman kerajaan. Akhirnya, Hanuman ditangkap oleh Indrajid, putra Rahwana. Kemudian ia dibawa menghadap Rahwana. Karena marahnya, Hanuman akan dibunuh, tetapi dicegah oleh Wibisana, ia tidak setuju dengan tindakan kakaknya. Kemudian  Wibisana diusir dari kerajaan Alengka karena dianggap menentang. Akhirnya Hanuman dijatuhi hukuman dengan dibakar hidup-hidup, tetapi bukannya mati, bahkan dengan api tersebut Hanuman membakar kerajaan Alengka. Setelah itu ia kembali menghadap Rama.
Setelah mengutus Hanuman, Rama Wijaya beserta kera-kera berangkat untuk membendung semudra sebagai jalan menuju Alengka. Mendapat laporan Hanuman, Rama Wijaya merasa gembira dan diutuslah Hanuman, Anggodo, Anila, dan Jembawana untuk memimpin prajurit menyerang Alengka.
Bala tentara sedang berjaga-jaga di tepi batas kerajaan, tiba-tiba diserang prajurit kera, maka terjadilah perang campur yang sangat ramai. Kumbakarna bertindak sebagai senopati menghadapi Rama Wijaya. Dalam peperangan tersebut Indrajid dan Kumbakarna mati di Palagan. Rahwana mati terkena panah pusaka Rama dan dihimpit gunung Sumawan yang dibawa Hanuman.
Setelah Rahwana mati, Shinta menghada Rama dengan diantar Hanuman. Namun Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama berada di Alengka. Rama minta bukti kepada Shinta. Untuk membuktikan kesuciannya, dengan sukarela Shinta membakar diri. Karena kebenarannya kesucian Shinta dan pertolongan dewa Api, Shinta selamat dari api. Setelah terbukti kesuciannya, Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia.
    II.            Tokoh dan Penokohan
A.    Pembedaan Tokoh
1.      Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh
a.       Tokoh Utama
1)      Rama Wijaya
2)      Dewi Shinta
3)      Rahwana

b.      Tokoh Tambahan
1)      Leksmana
2)      Prabu Janaka
3)      Wibisana
4)      Sarpakenaka
5)      Kumbakarna
6)      Indrajid
7)      Patih Prahasta
8)      Kalamarica
9)      Burung Garuda Jatayu
10)  Hanuman
11)  Trijata
12)  Sugriwa
13)  Subali
14)  Dewi tara
15)  Anggada
16)  Anila
17)  Jembawana

2.      Dilihat dari fungsi penampilan tokoh
a.       Tokoh Protagonis
1)      Rama Wijaya
2)      Dewi Shinta
3)      Leksmana
4)      Burung Garuda Jatayu
5)      Hanuman
6)      Wibisana
7)      Sugriwa
8)      Anggada
9)      Anila
10)  Jembawana

b.      Tokoh Antagonis
1)      Rahwana
2)      Sarpakenaka
3)      Kumbakarna
4)      Indrajid
5)      Patih Prahasta
6)      Kalamarica
7)      Subali

3.      Dilihat dari segi perwatakan tokoh
a.       Tokoh Sederhana
1)      Indrajid
2)      Burung Garuda Jatayu
3)      Trijata
4)      Anggada
5)      Jembawana
b.      Tokoh Bulat
1)      Rama Wjiaya
2)      Wibisana

4.      Dilihat dari kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan
a.       Tokoh Statis
1)      Dewi Shinta
2)      Rahwana
3)      Sarpakenaka
4)      Burung Garuda Jatayu
b.      Tokoh Berkembang
1)      Rama Wijaya
2)      Wibisana

B.     Karakter Tokoh
1.      Prabu Janaka
Arif dan bijaksana.
2.      Rama Wijaya
Tampan, lemah lembut, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.
3.      Dewi Shinta
Cantik, setia, baik hati, welas asih.
4.      Leksmana
Tampan, gagah, baik hati, berjiwa satria, arif dan bijaksana.
5.      Wibisana
Arif, bijaksana, berani menentang kakaknya (Rahwana), bersifat satria dll
6.      Rahwana
Angkuh, sombong, congkak, ganas, rakus, bengis, angkara murka, dan serakah
7.      Sarpakenaka
Jahat, nakal, penuh tipu daya, provokator, dan penghasut.
8.      Kumbakarna
Berani karena benar, jujur, dan bersifat satria meskipun saat perang Alengka pecah Ia maju sebagai senopati. Namun Ia tidak membela Rahwana, melainkan membela negara Alengka, tanah leluhurnya yang telah memberinya hidup.
9.      Indrajid
Angkara.
10.  Patih Prahasta
Jujur, setia, dan penuh pengapdian terhadap Rahwana. Saat perang Alengka pecah, Prahasta bertindak sebagai Senopati Perang.
11.  Kalamarica
Lincah, jahat,
12.  Burung Garuda Jatayu
Baik hati.
13.  Hanuman
Pemberani, sopan santun,tahu harga diri, prajurit ulung, waspada, rendah hati, teguh dalam pendirian, lincah, cerdik, setia.
14.  Trijata
Baik hati
15.  Sugriwa
Balas budi, baik hati.
16.  Subali
Sakti, tidak bisa mengendalikan diri.
17.  Anggada
Setia
18.  Anila
Setia, berani.
19.  Jembawana
Setia.

 III.            Tata Panggung
Panggung dalam Sendratari Ramayana ini adalah model Panggung Terbuka (Open Air Stage). Ini merupakan salah satu keistimewaaannya, panggung yang megah dengan latar belakang candi Prambanan yang menyala terang oleh lampu sorot berwarna kekuningan. Selain itu juga taburan bintang dilangit yang terlihat seperti lampu yang memperindah suasana makin mempercantik pertunjukan Sendratari Ramayana.


 IV.            Tata Musik
Pertunjukan Sendratari Ramayana menggunakan musik Gamelan Orkestra ala Jawa dan tentu saja sinden yang menggiringi tiap babak dalam sendratari ini serta menggambarkan jalan ceritanya dalam tembang bahasa jawa dengan suara khasnya mengalun merdu dan mampu mencipta imaji menuju Dunia Ramayana . Pun seperangkat gamelan yang terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya saron, bonang, slentem, gender, kenong, sinter, ketug, satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan lain-lain disuguhkan dalam pertunjukan Sendratari Ramayana ini. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran Sendratari Ramayana. Misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending. Selain itu juga ada alat musik gesek Keprak and Kepyak di pertunjukan Sendratari Ramayana.


    V.            Tata Lampu (Lighting)
Tidak hanya tarian dan tata musik, dalam Sendratari Ramayana ini terdapat pencahayaan atau tata lampu yang luar biasa menawan sehingga tidak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita, misalnya Saat Leksmana melingkari Dewi Shinta dengan lingkaran magis, seketika lighting biru mengikuti langkah Leksmana membentuk lingkaran, kemudian saat Rahwana menarik Dewi Shinta dari lingkaran magis Leksmana, cahaya merah padam seketika menyeruak seakan membahasakan kejahatan Rahwana.



 VI.            Kostum dan Tata Rias
Salah satu unsur yang mendukung terciptanya pertunjukan sendratari adalah kostum dan tata rias. Dalam pertunjukan Sendratari Ramayana ini, riasan tiap pemain tidak hanya mempercantik, tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali para tokoh meskipun tidak ada dialog. Begitu juga dengan kostum yang dipakai tiap tokoh, menggambarkan pencitraan diri tokoh yang bersangkutan. Misalnya kostum rahwana, dengan rambut yang panjang, gimbal dan gigi yang runcing dan tajam menggambarkan keganasannya, kostum Rama mengambarkan kegagahan, kewibawaan, kebijaksanaan, dll. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa, tata aias dan kostum tiap tokoh menggambarkan citra diri sendiri-sendiri

VII.            Unsur yang menonjol dalam Sendratari Ramayana
Menurut kelompok kami, semua unsur yang ada dalam sendratari Ramayana ini sangat menonjol. Tata panggung, tata musik, tata rias dan kostum terkemas apik dalam satu wadah pertunjukan “Sendratari Ramayana”. Tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan, kostum dan properti tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog. Selain itu, adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat pun makin memperindah pertunjukan. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketika Hanuman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanuman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan. Oleh karena itu, kelompok kami menyimpulkan bahwa semua unsur dalam Sendratari Ramayana ini, dari tokoh, tata panggung, tata musik, tata rias, kostum dan properti semuanya menonjol dan saling bersinergi satu sama lain.























BAB 3
PENUTUP

       I.            Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa semua unsur dalam Pertunjukan Sendratari Ramayana tersebut sangat menonjol dan saling bersinergi satu sama lain sehingga mampu terbangun suatu sinkronisasi dalam wujud pementasan sendratari yang  memukau dan  megah. Mulai dari tokoh,  tata panggung, tata musik, tata lampu, kostum dan tata rias serta properti pemain semuanya dipersiapkan secara matang dan profesional sehingga pertunjukkan sendratari ini tak hanya berkualitas nasional, namun ruang lingkupnya telah meluas hingga dunia internasional. Secara pribadi, ini merupakan kali pertama kelompok kami menonton pertujukan Sendratari. Kami sangat terkesan dengan Pertunjukan ini, dan hal pertama yang terlintas dalam benak kami adalah “Kami bangga menjadi Orang Indonesia”.

    II.            Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan karena kami masih dalam proses pembelajaran.



















DAFTAR PUSTAKA


Haxims. 2010. “Sendratari Ramayana, Kebudayaan Indonesia yang Sangat Terkenal di Dunia”.
Kuntarto, Niknik M. 2010. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Martin, Fenton. 2011 “Ramayana Ballet (Sendratari Ramayana)”. Dalam
Mona. 2011. “Sendratari Ramayana; Saat Pahlawan Tak Selalu Muncul ke Permukaan”. Dalam
Shafei, Ahmad. 2010. “Sendratari Ramayana”. Dalam http://the-javanese.co.cc
Utomo, Yunanto Wiji. 2006. “RAMAYANA BALLET – Drama dalam Tarian Khas Jawa”.
Wayang. 2006. “Wayang Lakon Ramayana”. Dalam http://wayang.wordpress.com
----------. 2010. “Arti dan Makna Tokoh Pewayangan Ramayana dalam Pembentukan dan
Pembinaan Watak”. Dalam http://wayang.wordpress.com