tekocangkir7.blogspot.com

Kafe Sastra


(Belum Berjudul)




Matahari mulai mengintip Kaindy dibalik jendela kamarnya yang dihiasi dengan segala pernik berwarna pink. Pecinta warna pink ini sepertinya masih betah dengan istirahatnya. Jam beker disamping gadis cantik itu pun hanya seperti pajangan tidak berguna karena seberapa kencang jam itu berdering tetap saja tidak bisa membangunkan seorang Kaindy.


“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriak Kaindy melihat jarum jam yang menunjuk angka 7.
Segera gadis itu beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi. Tak lama kemudian ia telah berganti pakaian rapi dengan tergesa-gesa mengambil tasnya dan langsung lari menuruni tangga yang terkesan elegan dengan setuhan warna merah maroon.


“kesiangan lagi’kan?” tutur mama sambil geleng-geleng melihat habit putri semata wayangnya itu.


“hehe.. iya ma, jam bekernya perlu diganti deh. Nggak bunyi soalnya” sambil menyeruput susu hangat di atas 
meja makan.


“udah ratusan kali jam beker itu diganti. Masih aja kesiangan. Kayaknya yang perlu diganti anak mama deh. Nanti mama cari gantinya di toko bangunan.”


“ah, mama jahat banget si. Masak anaknya yang paling ngegemesin disamain ama barang bangunan” sambil cemberut ala Kaindy


“mama’kan cuma becanda sayang. Udah makan dulu, jam berapa ini?”


“nggak ma, ntar Kaindy makan di sekolah aja. Udah nggak keburu ni” jawab kaindy sambil mengambil sepotong sandwich dan dilanjut dengan mencium pipi mama tercintanya.


Mama hanya menatap kepergian Kaindy dengan menggeleng-gelengkan kepala. Tingkah polah putri semata wayangnya itu memang selalu mewarnai harinya. Apalagi setelah bercerai dengan sang suami, Kaindy dan Keisha merupakan satu-satunya harapan dan penghiburan bagi mama.
Kaindy memang terlahir dari keluarga yang broken home. Sejak umur 10 tahun, kaindy ditinggal sang ayah. Walaupun demikian Kaindy tidak pernah kehilangan sosok lelaki pemimpin dalam hidupnya karena ada Keisha, kakak yang sudah seperti ayah dan sahabat baginya.


Di sekolah


Mobil Kaindy berhenti di depan gerbang SMA Cinta Kasih, sma favorit yang terkenal dengan murid-muridnya yang tajir dan pinter. Gadis bertubuh langsing itu langsung lari menuju kelasnya lewat jalan samping dengan tergesa-gesa. Pantang menyerah Kaindy memanjat tembok 2 meter didepan matanya dengan susah payah.


“slamet…slamet…slamet….” Ucap Kaindy setelah turun dari tembok yang baru saja dipanjatnya. Lalu ia melangkah ringan karena merasa sudah aman.


Prittttt….pritttttt…. Suara peluit memekakan telinga Kaindy. Dengan wajah cemberut Kaindy menoleh ke samping.


“oh nooooo… gue ketauan guru BP” batin Kaindy melunta-lunta.


“ayo cepat kesini!” Teriak bu Silvi.


“huh” kaindy meniup poni rambutnya. Dengan pasrah gadis cantik itu menghampiri bu silvi pendidik yang terkenal angker.


“kamu pinter manjat ya? Kenapa nggak ikut lomba panjat tebing aja?”


“nggak bu. Saya terampil kalo lagi kepepet aja kok”


“kenapa kamu senyum-senyum?” pelotot bu Silvi pada seorang murid baru disamping Kaindy..


“nggak papa bu.” Jawab murid baru itu tanpa dosa.


Semua murid yang terlambat dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membersihkan halaman sekolah. Kaindy satu kelompok dengan anak baru tersebut, namanya Dimas. Sedari tadi Dimas hanya memperhatikan Kaindy yang menyapu halaman.


“heh… malah kongkow-kongkow. Bantuin napa?” teriak Kaindy pada Dimas.


Dimas langsung menghampiri Kaindy dan mengambil sapu. Cowok tampan itu menyapu halaman sampai bersih hingga membuat Kaindy melongo kagum melihat sosok tinggi putih dan tampan itu menyapu dengan bersihnya.


“hei, nona pemanjat tembok. Kenapa melamun?”


“ng….nggak papa… eh.. tadi lo bilang apa? Enak aja ngatain gue pemanjat tembok, gue punya nama tau.”


“iya, si pemanjat tembok’kan.” ucap cowok itu tersenyum sambil menyerahkan sapu ke tangan Kaindy, lalu berlalu dari hadapannya.


“hih… nyebelin…” Membanting sapu yang diberikan Dimas.


Tiba-tiba dari samping seorang laki-laki yang rapi dan terlihat disiplin menghampiri Kaindy.


“Tidak sewajarnya properti sekolah menjadi korban atas permasalahan pribadi seseorang.” Ucap Tegar, Ketua Osis SMA Cinta Kasih.


“hehe... iya Pak Ketu” balas Kaindy dengan senyum terpaksa meninggalkan Tegar.




Di Kelas


Sedari tadi Kaindy hanya melamun memikirkan kejadian apes yang tadi pagi menimpanya. Mulai dari kepergok bu silvi, ketemu orang aneh manis, dan yang terakhir dinasehati sama Pak ketu julukan yang diberikan Kaindy pada Ketua Osis. Lamunanya terkadang diiringi helaan nafas panjang sambil sesekali gadis cantik ini meniup-niup poniya. Renungan Kaindy dibuyarkan oleh teriakan Siska.


“Woiiiiiiiii… ngelamun aja.. oooooo, gue tau! Pasti lagi ngelamunin Bagas ya! Ayo ngaku…” goda Siska


“kenapa nggak sekalian pake speaker aja bu… biar semua orang tau.” Jawab Kaindy cemberut


“sorry beb. Aku antusias.” ujar siska tanpa dosa.


“Huh.. hari ini gue apes banget ni.”


“Pasti, gara-gara kepergok bu Silvi itu ya? Disana emang nggak aman lagi, guru-guru udah pada tahu jalan pintas rahasia itu. Kita harus mencari jalan pintas baru! Semangat! Kita harus Semangat!" Seru Siska dengan berkobar api semangat sambil mengepalkan tangan seperti orasi. Sahabat Kaindy dari TK ini memang sangat periang dan ceria seperti Kaindy.


"Udah lupain aja masalah yang tadi. Eh, hari ini Bagas ada pertandingan basket loh! Ntar nonton yuk?"


“liat ntar lah. Lagi nggak mood beb.” Tutur Kaindy


“yaudah kalau gitu. Makan yuk!” Kaindy dan Siska pergi meninggalkan ruang kelas.


Di depan kelas


Kaindy dan Siska berpapasan dengan Tegar yang membawa selusin katak di dalam kotak trasparan.


“eh, kebetulan. Tolong bawain katak-katak ini ke laboratorium. Saya mau rapat osis. Habis ini jam pelajaran kelasmu kan?” menyerahkan kotak penuh katak itu ketangan kaindy.


“eh…eh..eh…” tungkas Kaindy lemah tanpa perlawanan menerima katak dari Tegar. Ketua Osis ini langsung berjalan cepat. Terlihat sekali wajahnya yang dikejar waktu.


“aisssh… sewenang-wenang dia melimpahkan tanggung jawab. dasar! Pak Ketuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu! Teriak Kaindy




Di belahan bumi lain


"honey, apa kau mendengar suara aneh?" Lelaki kulit hitam
"Mungkin gajah peliharaan kita sedang lapar honey". Jawab istri kulit hitam
"@$^&*((&&%^%$"




Laboratorium


“Sis, lo ke kantin aja dulu. Biar gue yang ngurusin anak pak ketu ini” menaruh kotak yang berisi katak itu disebuah meja.


“nggak ah. Gue disini aja. Kasian lo ngurusinnya. Tu kodok rame gila.”


“udah. Sana ke kantin aja. Lo kan phobia kodok.”


“beneran, nggak papa beb?”


“iya, udah sono.” Mendorong Siska keluar laboratorium”


“thanks ya”.


Hanya Kaindy dan katak-katak itu yang tersisa di laboratorium IPA. Untuk mengusir rasa bosannya, Kaindy memperhatikan dengan seksama katak yang ada didepannya sambil memain-mainkan kotak. Dipintu laboratorium Dimas memperhatikannya kembali dengan senyumnya yang menawan. Tidak sengaja Kaindy menoleh dan kaget melihat Dimas sehingga kotak yang ada di tangannya jatuh dari atas meja. Berhamburanlah katak-katak tersebut dari dalam kotak. Dimas yang melihat katak-katak itu berhaburan bukannya menolong tapi malah kabur.


“Sial! Kemana tu orang? huh…huh…huh… tenang tenang tenang Kaindy. Jangan panik” ujar Kaindy menyugesti dirinya sendiri supaya tidak panik.


Beberapa jam kemudian Kaindy hanya dapat menangkap 5 katak. Kaindy jongkok ditaman depan laboratorium IPA untuk mencari katak yang lainnya. Sembari mencari, Kaindy merenung kembali, kenapa hari ini kehidupannya begitu apes. Kaindy mengutuk orang aneh yang tadi mengagetkannya itu. Tiba-tiba ada suara yang mengagetkan Kaindy.


“Huh…menghela nafas panjang sembari meniup-niup poninya. Kenapa sih banyak banget yang ngagetin gue? hari ini gue bener-bener apes. Mana kodok-kodoknya belum ketemu. Pusing!” Seru Kaindy sambil mengacak-acak rambutnya.


“Sekarang apa lagi?” tambah Kaindy sambil menoleh kearah suara yang mengagetkannya. Deg... Kaindy melongo mematung menatap seseorang disampingnya itu tanpa berkedip sedikitpun.


Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar