tekocangkir7.blogspot.com

Minggu, 26 Februari 2012

Filsafat Ilmu dan Perkembangannya dalam Lintas Sejarah


Bab II
Pembahasan

2.1.   Pengertian Filsafat
2.1.1. Arti kata / Definisi
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002).
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (definisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah
bentuk daripada dialog.

2.1.2. Pengertian Substansi Filsafat menurut kalangan Filosof.
Setidaknya ada lima pengertian substansi filsafat menurut kalangan filosof, yaitu: (1) Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas, (2) Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata, (3) Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya, (4) Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan, (5) Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan dan perbuatan.

2.2.   Ciri Pokok Keilmuan dalam Filsafat dan Perbandingannya dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris terutama dari cara-cara pendekatannya
2.2.1. Ciri Pokok Keilmuan dalam Filsafat
Ciri pokok keilmuan dalam ilmu filsafat, sebagai berikut : (1) Essensial, yaitu penting atau pokok atau intisari sebuah permasalahan, (2) Rasional, yaitu cara berfikir terukur secara nalar sehat, masuk akal, (3) Ratio, yaitu objek pemikiran akal sehat atau penalaran.
Sedangkan menurut buku Filsafat Ilmu dan Metode Riset Normal, karakter keilmuan dalam ilmu filsafat meliputi :
a.        Sifat menyeluruh, maksudnya adalah pemikiran yang luas yang meliputi beberapa sudut pandang. Seorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
b.      Sifat mendasar, yaitu pemikiran mendalam sampai pada hasil yang fundamental. Seorang ilmuan tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu benar. Namun masih mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenaknya, seperti mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
c.       Spekulatif, maksudnya adalah hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar pemikiran, selanjutnya hasil pemikiran tersebut dimaksudkan sebagai medan garapan baru. Seorang ilmuan dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.

2.2.2. Perbandingan Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu-ilmu lain, ada baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti

Obyek penelitian yang terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
Keseluruhan yang ada
Menilai obyek renungan dengan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.
Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

 Dilihat dari karakteristiknya, perbandingan Filsafat dengan ilmu-ilmu lain / Ilmu Empiris adalah sebagai berikut:
Filsafat :
a.       Essensial, yaitu penting atau pokok atau intisari sebuah permasalahan.
b.      Rasional, yaitu cara berfikir terukur secara nalar sehat, masuk akal.
c.       Rasio, yaitu objek pemikiran akal sehat atau penalaran
Ilmu Empiris :
a.       Eksperimental, yaitu bahwa pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan & percobaan.
b.      Sementara / Tentative, yaitu Ilmu bersifat tentatif maksudnya ilmu itu tetap dipertahankan dan digunakan sampai ada yang membantahnya atau ditemukannya ilmu yang baru.
Contoh : Berdasarkan teori heliosentaris bumi mengelilingi matahari dan sampai sekarang belum ada teori yang membantah teori tersebut.
c.       Laboratorium, yaitu mengadakan pengujian ada tidaknya pengaruh dari percobaan

Dilihat dari cara pendekatannya, perbandingan filsafat dengan ilmu empiris adalah sebagai berikut:
Cara-cara pendekatan dalam ilmu filsafat :
a.       Radikal, yaitu berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada
tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
b.      Universal, yaitu menyangkut pengalaman umum manusia, muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
c.       Konseptual, yaitu generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia
d.      Koheren, yaitu keruntutan berfikir secara logis
e.       Komprehensif, yaitu memandang obyek dalam konteks yang lebih luas / menyeluruh
Sedangkan cara-cara pendekatan dalam ilmu empiris :
a.       Deduksi
Deduksi merupakan proses pengambilan kesimpulan sebagai akibat dari alasan-alasan yang diajukan berdasarkan hasil analisis data. Proses pengambilan kesimpulan dengan cara deduksi didasari oleh alasan-alasan yang benar dan valid. Proses pengambilan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang valid atau dengan menguji hipotesis dengan menggunakan data empiris disebut proses deduksi (deduction) dan metodenya disebut metode deduktif (deductive method) dan penelitiannya disebut penelitian deduktif (deductive research). Proses deduksi selalu digunakan pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif (scientific).
Deduksi dikatakan tepat jika premis (alasan) dan konklusi benar dan sahih, hal ini berarti:
1. Alasan (premis) yang diberikan untuk kesimpulan harus sesuai dengan kenyataan (benar).
2. Kesimpulan harus diambil dari alasan-alasannya (sahih).
b.      Induksi
Induksi didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan (atau pembentukan hipotesis) yang didasarkan pada satu atau dua fakta atau bukti-bukti. Pendekatan induksi sangat berbeda dengan deduksi. Tidak ada hubungan yang kuat antara alasan dan konklusi. Proses pembentukan hipotesis dan pengambilan kesimpulan berdasarkan data yang diobservasi dan dikumpulkan terlebih dahulu disebut proses induksi (induction process) dan metodenya disebut metode induktif (inductive method) dan penelitiannya disebut penellitian induktif (inductive research). Dengan demikian pendekatan induksi mengumpulkan data terlebih dahulu baru hipotesis dibuat jika diinginkan atau konklusi langsung diambil jika hipotesis tidak digunakan. Proses induksi selalu digunakan pada penelitian dengan pendekatan kualitatif (naturalis). Penalaran induksi merupakan proses berpikir yang berdasarkan kesimpulan umum pada kondisi khusus. Kesimpulan menjelaskan fakta sedangkan faktanya mendukung kesimpulan.

2.3.   Hubungan Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris dari Aspek Pemanfaatannya Satu dengan yang Lain
a.       Filsafat menyumbangkan metodologi keilmuan bagi perkembangan ilmu empiris.
b.      Filsafat dengan menggunakan ilmu empiris menguraikan hakikat,nilai-nilai dan kemungkinan ideal tentang sesuatu.
c.       Filsafat mendasari dan memberi arahan bagi ilmu empiris yang memiliki sasaran menerangkan (clarification),meramalkan (prediction) dan mencobakan (experimentation).
d.      Menemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.

2.4.   Manfaat atau Relevansi Ilmu Filsafat dalam Pengembangan Studi Bahasa
Studi bahasa tidak lepas sebagai alat komunikasi, karena definisi bahasa sendiri adalah alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, studi kebahasaan ini sangat berkaitan erat dengan filsafat. Oleh karena itu, bahasa harus mencerminkan hasil-hasil pemikiran seseorang yang memiliki arti dan makna. Untuk bisa memiliki arti dan makna harus mempunyai kemampuan mendasar isi bahasanya harus sesuai dengan isi makna.
Selain itu,  studi kebahasaan berpusat pada bahasa dan perkembangannya sehingga perkembangan kebahasaan menjadi penting untuk diperhatikan oleh ilmuan kebahasaan. Jadi, peranan filsafat dalam pengembangan juga mempengaruhi perkembangan studi kebahasaan karena pada dasarnya bahasa merupakan pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus pada hakekat bahasa, juga termasuk perkembangannya. Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan suatu bahasa yang syarat dengan logika sehingga ungkapan-ungkapan bahasa dalam filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Menurut kelompok filsuf Bertrand Russel, manfaat filsafat dalam pengembangan bahasa adalah membangun dan mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam bahasa sehari-hari.

2.5.   Manfaat Praktis bagi mahasiswa Bahasa Indonesia setelah Belajar Filsafat
Begitu banyak manfaat yang signifikan terasa setelah belajar filsafat, diantaranya: (1) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh mahasiswa dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. (2) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga mahasiswa dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories. (3) Menjadi pedoman bagi para mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-alamiah. (3) Mendorong pada calon ilmuan bahasa untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. (4) Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. (5) Filsafat telah mengajarkan mahasiswa untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, shg dapat dicapai hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. (6) Filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta, menyusun suatu sistem pengetahuan yg rasional dlm rangka memahami sgl sesuatu, termasuk diri manusia.
Selain itu, filsafat juga bermanfaat penting dalam pengembangan pola berfikir mahasiswa Bahasa Indonesia, karena filsafat selalu memahami hakikat. Terbukti dengan munculnya pemikiran yang hakiki, yaitu pemikiran yang terlatih untuk mengarah pada persoalan dasar atau sumber masalah karena dengan berfikir secara hakikat maka dapatlah menyelesaikan masalah yang kompleks, mencapai sifat-sifat yang substansial (penting, mutlak, inti, pokok, dibutuhkan banyak orang, banyak menjadi dasar, sifat obyektif, tidak bisa ditunda-tunda) dan menghindari hal-hal yang aksidential (pelengkap, tidak penting, tidak utama, relatif dan bisa diperdebatkan). Bukti manfaat filsafat lainnya adalah menumbuhkan kemampuan radikal, yaitu pemikiran ke akar masalah pikiran yang mampu mengarah pada persoalan dasar, berorientasi pada masalah (problem oriented), dan berorientasi pada inti persoalan (substansial) sehingga tidak mudah terjebak dan terbelenggu oleh kepentingan harian yang hanya bersifat temporer atau sesaat. Selain itu bukti lainnya adalah filsafat dapat melatih kita untuk berfikir essensial.
Dari pemikiran hakiki, radikal dan essensial diatas membuat kemampuan berfikir mahsiswa menjadi:
a.       Kritis, yaitu tidak menerima suatu hal mentah-mentah tetapi mencari sesuatu yang baru.
b.      Analitis, yaitu mampu menjelaskan / mengklarfikasi masalah secara detail sekaligus memberikan solusi / jalan keluar.
c.       Obyektif, yaitu melihat sesuatu dari sudut umum, fokus pada persoalan / permasalahan, membatasi pada bidang yang digeluti.
d.      Komprehensif, yaitu berpandangan menyeluruh, melihat sesuatu dengan pandangan luas.
e.       Normatif, yaitu kita melihat masalah / sesuatu dalam konteks yang seharusnya.
Selain itu, implikasi mempelajari filsafat seperti yang diuraikan Rizal mMustansyir, dkk., (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Bagi seseorang yang mempelajari filsafat diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuan memiliki landasan berpijak yang kuat. Ini berarti ilmuan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian, antara ilmu yang satu dengan yang lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerjasama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
b.      Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak dalam pola pikir “Menara Gading”, yakni hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan  nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

















DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Sudrajat, Akhmad. 2008. “Hubungan Filsafat dengan ilmu”.
Ramly, Fuad. 2010. “Hubungan Ilmu dengan Filsafat dalam Lintas Sejarah”. Dalam
Bahri, Syamsul. “Filsafat dan Ilmu”.
Sudadi. 2011. “Filsafat Ilmu”.

Meraba Tradisi Nyadran dalam Pesta Laut Tawang


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Folklor Indonesia adalah sebagian dari kebudayaan indonesia yang tersebar dan diwariskan turun-temurun secara tradisional di antara anggota-anggota kolektif apa saja di Indonesia, dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan dan alat-alat bantu pengingat (mnemonic devices) (Danandjaja, 1985::459-495, pada Sulastin Sutrisno, dkk. eds: 460). Penelitian ini akan membahas tentang tradisi dalam pesta rakyat tergolong dalam foklor sebagian lisan (partly verbal).
Tradisi sendiri memiliki pengertian sebagai cara mewariskan pemikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian dari generasi ke generasi, dari leluhur ke anak cucu secara lisan. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia yang mempunyai obyek material, kepercayaan, khayalan, kejadian atau lembaga serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Koentjaraningrat. 1990:45). Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah suatu pemikiran atau kepercayaan turun-menurun dari nenek moyang, sehingga harus dijaga dan dilestarikan, atau setidaknya kita harus paham arti dari tradisi tersebut.
Indonesia adalah negara kepulauan. Pastinya banyak sekali pantai yang ada di Indonesia dan tentu saja banyak pula tradisi di dalamnya. Salah satu contohnya, di pesisir  utara jawa, lazim diadakan tradisi melarung sesaji ke laut lepas. Objek penelitian yang menarik untuk diketahui bukan? Ya, Penelitian ini akan mengupas tradisi nyadran, khususnya tradisi Nyadran Laut Tawang, desa Gembolsewu, kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal.
Tiap bulan suro, di laut tawang desa gembolsewu diadakan pesta laut yang didalamnya terdapat tradisi nyadran. Tradisi ini turun temurun sejak jaman dahulu dan berlangsung sampai sekarang, dan melakukan penelitian yang bertemakan nyadran di laut tawang merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia yang begitu banyak.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana gambaran sosial masyarakat desa Gembolsewu berdasarkan data statistik desa tersebut?
2.       Bagaimana prosesi tradisi nyadran laut tawang?
3.       Apakah pesan “simbolik” yang terkandung dalam tradisi tersebut?

C.     Tujuan Penelitian
Menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang kebudayaan Indonesia, khususnya tentang folklore Indonesia sebagian lisan (partly verbal), serta membuka mata kita akan banyaknya kebudayaan Indonesia yang wajib kita lestarikan dan patut diapresiasi, seperti tradisi nyadran. Pun berguna untuk mendalami makna dibalik diselenggarakannya sedekah laut tersebut. Selain itu, penelitian tentang Nyadran di Laut Tawang ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia.

D.    Kegunaan Penelitian
Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia, khususnya khasanah folklor Indonesia sebagian lisan (partly verbal) di lingkungan sekitar penulis. Selain itu, penelitian lapangan ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian Folklor.

E.     Metode Penelitian
1.      Jenis Data
Data berupa hasil wawancara saya dengan beberapa narasumber. Selain itu, data lainnya yang saya peroleh adalah monografi desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa Gembolsewu.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Ada dua jenis data yang saya kumpulkan, yaitu data sekuler dan data
Primer. Data sekunder berupa laporan data statistik keadaan desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa Gembolsewu. Sedangkan data primer saya dapatkan dari hasil wawancara beberapa narasumber. Selain itu, melalui internet dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.

3.      Teknik Analisis Data
Analisis dilakukan mulai penataan/klasifikasi data, deskripsi data, dan menganalisi pesan “simbolik” yang terdapat dalam tradisi nyadran laut tawang.

F.      Ruang Lingkup Penelitian
Variabel yang menjadi objek penelitian saya adalah tradisi Pesta Laut Tawang yang lebih populer disebut nyadran oleh masyarakat sekitar. Penelitian ini dilakukan dengan cara mewawancarai narasumber yang tahu jelas tentang tradisi nyadran laut tawang.

G.    Sistematika Penelitian
Bab I      Pendahuluan
Dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II     Metodologi ( Kerangka Teoritis)
Dalam bab ini dikemukakan landasan teori yang diperoleh melalui buku-buku yang relevan dan kerangka berfikir.
Bab III               Isi
Dalam bab ini akan dikemukakan hasil penelitian yang meliputi, pengantar, gambaran sosial masyarakat, nyadran di laut tawang, dan pesan “simbolik” dari tradisi nyadran tersebut.
Bab IV   Penutup
Dalam bab ini, dikemukakan simpulan penelitian dan saran yang berkaitan dengan penelitian.


BAB II
METODOLOGI (KERANGKA TEORITIS)

            Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Secara sistemik karena keiatan yang dijalankan bercorak ilmiah. Sebagai model penelitian, etnografi bersifat luwes, alamiah dan kreatif.
            Langkah langkah mengkaji folklore berdasarkan pendekatan etnografi – sebagaimana dikatakan Spradley (1979) berikut:
1.      Selecting a social situation
2.      Doing participant observation
3.      Making an ethnographic record
4.      Making descriptive observation
5.      Making a domain analysis
6.      Making focused observation
7.      Making a taxominic analysis
8.      Making selective observation
9.      Making a componential analysis
10.  Making a theme analysis
11.  Making a cultural inventory
12.  Writing the ethnography
Pengumpulan data penelitian “Nyadran Laut Tawang” ini digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan sekuler. Data primer berupa hasil wawancara kepada narasumber yang sekiranya tahu tentang tradisi nyadran laut tawang dengan menerapkan cara Snowballing, yaitu mencari dan mewawancarai informan secara berlingkar, bertahap, dan mengerucut sampai akhirnya ditemukan data secara komprehensif. Kategori narasumber digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a.       Gate-keepers adalah orang yang memiliki kekuasaan atas masalah atau masyarakat yang akan kita pelajari. Dalam hal ini Kepala Desa Gembolsewu.
b.      Key-informent adalah sejumlah orang yang (a) bisa menuturkan secara detail tentang masalah yang kita pelajari, dan atau (b) bisa menjelaskan/menganalisis peristiwa atau masalah inti yang kita pelajari. Dalam hal ini Panitia Pesta Laut Tawang yang terlibat atau ikut langsung dalam prosesi Nyadran Laut Tawang.
Gb. Bapak Hasyim Asyari

Nama                                                : Hasyim Asyari
Alamat                                             : Dukuh tegal kapang Rt 02/Rw 11 Desa
Gembolsewu kecamatan Rowosari
Pengalaman terhadap kebudayaan   : Bendahara panitia Pesta Laut Tawang (Nyadran)
2011
c.       General informant adalah warga masyarakat umum. Dalam hal ini warga masyarakat setempat dan para nelayan.
1)      Nama            : Rokhim
Alamat         : Dukuh Pilang Rt 03/ Rw 03 desa Kebonsari kecamatan Rowosari
2)      Nama            :
Alamat         :
Sedangkan data sekulernya berupa data statistik desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa setempat.
BAB III
ISI

A.    Pengantar
Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan atas tradisi masyarakat Jawa Pesisir Utara, khususnya Laut Tawang yaitu tradisi sedekah laut dengan melarung sesaji  yang berupa kepala kerbau ke laut. Bagi masyarakat setempat sendiri, tradisi ini populer disebut “Nyadran”.
Metode yang saya gunakan adalah mewawancarai narasumber yang sekiranya tahu tentang tradisi nyadran laut tawang dengan menerapkan cara Snowballing, yaitu mencari dan mewawancarai informan secara berlingkar, bertahap, dan mengerucut sampai akhirnya ditemukan data secara komprehensif. Kategori narasumber saya digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
d.      Gate-keepers adalah orang yang memiliki kekuasaan atas masalah atau masyarakat yang akan kita pelajari. Dalam hal ini Kepala Desa Gembolsewu.
e.       Key-informent adalah sejumlah orang yang (a) bisa menuturkan secara detail tentang masalah yang kita pelajari, dan atau (b) bisa menjelaskan/menganalisis peristiwa atau masalah inti yang kita pelajari. Dalam hal ini Panitia Pesta Laut Tawang yang terlibat atau ikut langsung dalam prosesi Nyadran Laut Tawang.
f.       General informant adalah warga masyarakat umum. Dalam hal ini warga masyarakat desa Gembolsewu dan para nelayan.

B.     Gambaran Sosial Masyarakat
Desa gembolsewu, kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal merupakan desa yang terkenal dengan tradisi Nyadrannya. Mari kita tilik lebih dalam desa Gembolsewu. Desa ini memiliki luas wilayah 219,700 Ha dengan jumlah penduduk 12.596 (laki-laki 6.373; perempuan 6.223 orang) dengan jumlah kepala keluarga (KK) 3.776.
Dilihat dari kondisi arealnya, daerah ini termasuk dataran rendah. Oleh karena itu, sawah yang dikelola para penduduk umumnya ditanami padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah dan kedele. Kondisi ini mencerminkan bahwa penduduk desa ini sebagian masih menggantungkan sumber pendapatannya pada sektor pertanian. Sedang dalam sektor peternakan, sebagian besar penduduk beternak ayam kampung, itik, kambing / domba, angsa / itik manila, dan sapi biasa. Untuk lebih rincinya, variasi pekerjaan penduduk desa Gembolsewu dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Table 1. Mata Pencaharian Peduduk
Jenis Pekerjaan
Pengusaha
(orang)
Buruh
(orang)
1.      Pertanian
168
4.053
2.      Pertambangan dan Penggalian
-
-
3.      Industri Pengolahan
16
74
4.      Listrik, Gas dan Air minum
2
4
5.      Bangunan
-
38
6.      Perdagangan, Hotel, & Restoran
19
-
7.      Pengangkutan dan Komunikasi
16
-
8.      Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
15
17
9.      Jasa-jasa
-
-
Jumlah
236
4.186
Jumlah pengangguran
128 Orang
Monografi per 3 bulan Desa Gembolsewu, kab. Kendal bulan Maret 2011.
Sumber : Balai Desa Gembolsewu

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa 90% masyarakat desa Gembolsewu menggantungkan hidupnya sebagai buruh petani. Namun, pada observasi lapangan, ada penduduk yang bekerja sebagai buruh petani dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan.
Dari total 12.596 pemeluk agama di desa Gembolsewu, 12.574 orang memeluk agama Islam, sedangkan lainya beragama Kristen Katholik. 
Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas penduduk desa ini masih berpendidikan dasar (SD) sebagaimana tabel di bawah ini:
Table 2. Tingkat Pendidikan Penduduk (5 tahun ke atas)
No
Pendidikan
Jumlah
1.
Akademi / Perguruan Tinggi
112
2.
SLTA
436
3.
SLTP
1.084
4.
SD
4.542
5.
Tidak Tamat SD
2.532
6.
Belum Tamat SD
1.546
7.
Tidak Sekolah
933
Jumlah
11.207
Monografi per 3 bulan Desa Gembolsewu, kab. Kendal bulan Maret 2011
Sumber : Balai Desa Gembolsewu

Desa ini mempunyai cukup banyak sarana perahu motor tempel dan sarana perekonomian pasar ikan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk desa Gembolsewu banyak yang berkutat dengan jaring dan jala sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itu, diselenggarakan tradisi nyadran
Tabel 3. Sarana Kapal / Perahu yang ada
No
Jenis
Jumlah
1.
Kapal
      -    buah     -     PK
2.
Perahu Motor Tempel
1.226  buah 12-30 PK
3.
Perahu
-    buah





C.     Nyadran Laut Tawang
Di berbagai daerah di Pesisir Utara Laut Jawa, lazim diadakan pesta laut yang berupa melarung sesaji ke laut sebagai tradisi turun temurun dari nenek moyang. Penelitian saya ini lebih bertendens pada tradisi nyadran di Laut Tawang desa Gembolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal.
Tradisi nyadran laut tawang adalah pesta laut atau sedekah laut dengan melarung kepala, kaki, dan ekor sapi ke laut, jajan pasar,serta candu-kemenyan ke tengah laut. Tujuan diadakannya tradisi tersebut adalah mengharap berkah dan meminta doa pada yang kuasa agar para nelayan diberi keselamatan saat melaut. Selain itu juga bertujuan agar masyarakat diberi rezeki yang melimpah. Dulunya tradisi ini bersifat syirik karena kepercayaan masyarakat pada waktu itu adalah  kepala, kaki, dan ekor sapi yang dilarung sebagai tumbal laut. Namun, dewasa ini masyarakat telah sadar dan tradisi nyadran pun bergeser menjadi bentuk ucapan syukur pada Allah SWT dan untuk menghormati laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat. 
Sedekah laut ini dilakukan setahun sekali pada bulan suro, dan merupakan kalender tahunan masyarakat desa Gembolsewu. Tradisi nyadran laut tawang biasa digelar pada hari jum’at kliwon di bulan suro. Namun riuh pesta laut tawang sudah terlihat sejak H-7 atau seminggu sebelum pelarungan, karena disana diadakan lomba-lomba, seperti lomba balapan perahu, lomba menghias perahu lomba sepak bola, voli, dll. H-3 diselenggarakan Istigoshah di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) tawang memohon doa pada Allah SWT agar tradisi nyadran berjalan lancar. H-1 diadakan karnaval, arak-arakan sapi yang akan dilarung esok harinya. Jadi, sebelum sapi tersebut disembelih, warga mengaraknya keliling kampung, dari lapangan desa Gembolsewu hingga berakhir di muara Sigentong. Malamnya, sekitar jam 01.00 dini hari, sapi disembelih kemudian dimasak, kecuali kepala, kaki dan ekor. Pada hari-H prosesi ritual mulai tampak saat ular-ularan perahu di muara pantai Sigentong. Di tempat itu, sesaji dan puluhan ambengan atau nasi tumpeng, lengkap dengan lalapan, serta lauk pauk yang dibawa warga maupun pemilik perahu, diturunkan. Dengan dipimpin seorang pemuka agama, warga melakukan doa bersama. Kemudian ambengan dimakan bersama-sama. Setelah prosesi doa bersama berakhir, panitia pesta laut tawang membagikan daging sapi ke seluruh perahu, per perahu mendapat satu bungkus. Setelah pembagian daging, dari muara pantai Sigentong ubarampe sesaji yang berupa kepala, kaki, dan ekor sapi serta aneka jajan pasar diletakkan di dalam perahu kertas sebuah perahu cotok berhiaskan bendera warna-warni. Iring-iringan puluhan perahu nelayan yang sarat penumpang, membentu ular-ularan saat perahu pengangkut sesaji diberangkatkan. Yang terlibat dalam prosesi nyadran laut tawang tersebut adalah Bupati/wakil, Kepala desa, Camat, dan Panitia pesta laut. Jumlah perahu nelayan semakin bertambah saat larung sesaji ke laut lepas diberangkatkan dari muara. Perahu-perahu itu seolah berlomba mengitari perahu kertas isi sesaji yang dilarung ke laut lepas. Sejumlah nelayan mengambil air laut, dan diguyurkan ke perahu masing-masing. Prosesi ini bagi para nelayan dianggap sebagai ngalap berkah.

D.    Pesan “Simbolik” dari Tradisi Nyadran
Pesan simbolik yang terkandung dalam tradisi nyadran laut tawang adalah sebagai manusia kita harus senantiasa bersyukur pada maha agung, Allah SWT. Selain itu, pesan lain yang terkandung dalam tradisi nyadran laut tawang adalah kita harus menghormati mahluk laut, serta menjaga dan melestarikannya, karena laut adalah salah satu sumber kehidupan desa Gembolsewu.















BAB IV
PENUTUP

I.            Kesimpulan
Tradisi nyadran adalah tradisi turun-temurun yang berlangsung sampai sekarang. Dulunya tradisi ini bersifat syirik karena kepercayaan masyarakat pada waktu itu adalah  kepala, kaki, dan ekor sapi yang dilarung sebagai tumbal laut. Namun, dewasa ini masyarakat telah sadar dan tradisi nyadran pun bergeser menjadi bentuk ucapan syukur pada Allah SWT dan untuk menghormati laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat.

II.            Saran
Tradisi-tradisi dalam masyarakat seperti nyadran ini sebaiknya harus dilestarikan. Selain itu, semoga tradisi ini makin menyadarkan kita untuk mencintai laut sebagaimana mestinya.















DAFTAR PUSTAKA

Kuntarto, Niknik M. 2010. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Thohir, Mudjahirin. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Suara Merdeka. 2003. “Sehari sebelumnya menelan korban, Tradisi Laut Tawang Meriah”.
Dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/3050/31x_smg.html