tekocangkir7.blogspot.com

Minggu, 26 Februari 2012

Filsafat Ilmu dan Perkembangannya dalam Lintas Sejarah


Bab II
Pembahasan

2.1.   Pengertian Filsafat
2.1.1. Arti kata / Definisi
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002).
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu
informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (definisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah
bentuk daripada dialog.

2.1.2. Pengertian Substansi Filsafat menurut kalangan Filosof.
Setidaknya ada lima pengertian substansi filsafat menurut kalangan filosof, yaitu: (1) Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas, (2) Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata, (3) Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya, (4) Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan, (5) Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan dan perbuatan.

2.2.   Ciri Pokok Keilmuan dalam Filsafat dan Perbandingannya dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris terutama dari cara-cara pendekatannya
2.2.1. Ciri Pokok Keilmuan dalam Filsafat
Ciri pokok keilmuan dalam ilmu filsafat, sebagai berikut : (1) Essensial, yaitu penting atau pokok atau intisari sebuah permasalahan, (2) Rasional, yaitu cara berfikir terukur secara nalar sehat, masuk akal, (3) Ratio, yaitu objek pemikiran akal sehat atau penalaran.
Sedangkan menurut buku Filsafat Ilmu dan Metode Riset Normal, karakter keilmuan dalam ilmu filsafat meliputi :
a.        Sifat menyeluruh, maksudnya adalah pemikiran yang luas yang meliputi beberapa sudut pandang. Seorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
b.      Sifat mendasar, yaitu pemikiran mendalam sampai pada hasil yang fundamental. Seorang ilmuan tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu benar. Namun masih mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenaknya, seperti mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
c.       Spekulatif, maksudnya adalah hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar pemikiran, selanjutnya hasil pemikiran tersebut dimaksudkan sebagai medan garapan baru. Seorang ilmuan dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.

2.2.2. Perbandingan Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu-ilmu lain, ada baiknya kita lihat pada perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini, (disarikan dari Drs. Agraha Suhandi, 1992)
Ilmu
Filsafat
Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti

Obyek penelitian yang terbatas

Tidak menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.

Bertugas memberikan jawaban
Mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara umum dan keseluruhan
Keseluruhan yang ada
Menilai obyek renungan dengan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan dsb.
Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu

 Dilihat dari karakteristiknya, perbandingan Filsafat dengan ilmu-ilmu lain / Ilmu Empiris adalah sebagai berikut:
Filsafat :
a.       Essensial, yaitu penting atau pokok atau intisari sebuah permasalahan.
b.      Rasional, yaitu cara berfikir terukur secara nalar sehat, masuk akal.
c.       Rasio, yaitu objek pemikiran akal sehat atau penalaran
Ilmu Empiris :
a.       Eksperimental, yaitu bahwa pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan & percobaan.
b.      Sementara / Tentative, yaitu Ilmu bersifat tentatif maksudnya ilmu itu tetap dipertahankan dan digunakan sampai ada yang membantahnya atau ditemukannya ilmu yang baru.
Contoh : Berdasarkan teori heliosentaris bumi mengelilingi matahari dan sampai sekarang belum ada teori yang membantah teori tersebut.
c.       Laboratorium, yaitu mengadakan pengujian ada tidaknya pengaruh dari percobaan

Dilihat dari cara pendekatannya, perbandingan filsafat dengan ilmu empiris adalah sebagai berikut:
Cara-cara pendekatan dalam ilmu filsafat :
a.       Radikal, yaitu berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada
tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya
b.      Universal, yaitu menyangkut pengalaman umum manusia, muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
c.       Konseptual, yaitu generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia
d.      Koheren, yaitu keruntutan berfikir secara logis
e.       Komprehensif, yaitu memandang obyek dalam konteks yang lebih luas / menyeluruh
Sedangkan cara-cara pendekatan dalam ilmu empiris :
a.       Deduksi
Deduksi merupakan proses pengambilan kesimpulan sebagai akibat dari alasan-alasan yang diajukan berdasarkan hasil analisis data. Proses pengambilan kesimpulan dengan cara deduksi didasari oleh alasan-alasan yang benar dan valid. Proses pengambilan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang valid atau dengan menguji hipotesis dengan menggunakan data empiris disebut proses deduksi (deduction) dan metodenya disebut metode deduktif (deductive method) dan penelitiannya disebut penelitian deduktif (deductive research). Proses deduksi selalu digunakan pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif (scientific).
Deduksi dikatakan tepat jika premis (alasan) dan konklusi benar dan sahih, hal ini berarti:
1. Alasan (premis) yang diberikan untuk kesimpulan harus sesuai dengan kenyataan (benar).
2. Kesimpulan harus diambil dari alasan-alasannya (sahih).
b.      Induksi
Induksi didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan (atau pembentukan hipotesis) yang didasarkan pada satu atau dua fakta atau bukti-bukti. Pendekatan induksi sangat berbeda dengan deduksi. Tidak ada hubungan yang kuat antara alasan dan konklusi. Proses pembentukan hipotesis dan pengambilan kesimpulan berdasarkan data yang diobservasi dan dikumpulkan terlebih dahulu disebut proses induksi (induction process) dan metodenya disebut metode induktif (inductive method) dan penelitiannya disebut penellitian induktif (inductive research). Dengan demikian pendekatan induksi mengumpulkan data terlebih dahulu baru hipotesis dibuat jika diinginkan atau konklusi langsung diambil jika hipotesis tidak digunakan. Proses induksi selalu digunakan pada penelitian dengan pendekatan kualitatif (naturalis). Penalaran induksi merupakan proses berpikir yang berdasarkan kesimpulan umum pada kondisi khusus. Kesimpulan menjelaskan fakta sedangkan faktanya mendukung kesimpulan.

2.3.   Hubungan Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Lain / Ilmu Empiris dari Aspek Pemanfaatannya Satu dengan yang Lain
a.       Filsafat menyumbangkan metodologi keilmuan bagi perkembangan ilmu empiris.
b.      Filsafat dengan menggunakan ilmu empiris menguraikan hakikat,nilai-nilai dan kemungkinan ideal tentang sesuatu.
c.       Filsafat mendasari dan memberi arahan bagi ilmu empiris yang memiliki sasaran menerangkan (clarification),meramalkan (prediction) dan mencobakan (experimentation).
d.      Menemukan kebenaran atas fakta yang ada atau sedapat mungkin ada kepastian kebenaran ilmiah.

2.4.   Manfaat atau Relevansi Ilmu Filsafat dalam Pengembangan Studi Bahasa
Studi bahasa tidak lepas sebagai alat komunikasi, karena definisi bahasa sendiri adalah alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Dengan kata lain, studi kebahasaan ini sangat berkaitan erat dengan filsafat. Oleh karena itu, bahasa harus mencerminkan hasil-hasil pemikiran seseorang yang memiliki arti dan makna. Untuk bisa memiliki arti dan makna harus mempunyai kemampuan mendasar isi bahasanya harus sesuai dengan isi makna.
Selain itu,  studi kebahasaan berpusat pada bahasa dan perkembangannya sehingga perkembangan kebahasaan menjadi penting untuk diperhatikan oleh ilmuan kebahasaan. Jadi, peranan filsafat dalam pengembangan juga mempengaruhi perkembangan studi kebahasaan karena pada dasarnya bahasa merupakan pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus pada hakekat bahasa, juga termasuk perkembangannya. Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan suatu bahasa yang syarat dengan logika sehingga ungkapan-ungkapan bahasa dalam filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Menurut kelompok filsuf Bertrand Russel, manfaat filsafat dalam pengembangan bahasa adalah membangun dan mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam bahasa sehari-hari.

2.5.   Manfaat Praktis bagi mahasiswa Bahasa Indonesia setelah Belajar Filsafat
Begitu banyak manfaat yang signifikan terasa setelah belajar filsafat, diantaranya: (1) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh mahasiswa dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. (2) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga mahasiswa dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories. (3) Menjadi pedoman bagi para mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-alamiah. (3) Mendorong pada calon ilmuan bahasa untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. (4) Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan. (5) Filsafat telah mengajarkan mahasiswa untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas, shg dapat dicapai hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya. (6) Filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta, menyusun suatu sistem pengetahuan yg rasional dlm rangka memahami sgl sesuatu, termasuk diri manusia.
Selain itu, filsafat juga bermanfaat penting dalam pengembangan pola berfikir mahasiswa Bahasa Indonesia, karena filsafat selalu memahami hakikat. Terbukti dengan munculnya pemikiran yang hakiki, yaitu pemikiran yang terlatih untuk mengarah pada persoalan dasar atau sumber masalah karena dengan berfikir secara hakikat maka dapatlah menyelesaikan masalah yang kompleks, mencapai sifat-sifat yang substansial (penting, mutlak, inti, pokok, dibutuhkan banyak orang, banyak menjadi dasar, sifat obyektif, tidak bisa ditunda-tunda) dan menghindari hal-hal yang aksidential (pelengkap, tidak penting, tidak utama, relatif dan bisa diperdebatkan). Bukti manfaat filsafat lainnya adalah menumbuhkan kemampuan radikal, yaitu pemikiran ke akar masalah pikiran yang mampu mengarah pada persoalan dasar, berorientasi pada masalah (problem oriented), dan berorientasi pada inti persoalan (substansial) sehingga tidak mudah terjebak dan terbelenggu oleh kepentingan harian yang hanya bersifat temporer atau sesaat. Selain itu bukti lainnya adalah filsafat dapat melatih kita untuk berfikir essensial.
Dari pemikiran hakiki, radikal dan essensial diatas membuat kemampuan berfikir mahsiswa menjadi:
a.       Kritis, yaitu tidak menerima suatu hal mentah-mentah tetapi mencari sesuatu yang baru.
b.      Analitis, yaitu mampu menjelaskan / mengklarfikasi masalah secara detail sekaligus memberikan solusi / jalan keluar.
c.       Obyektif, yaitu melihat sesuatu dari sudut umum, fokus pada persoalan / permasalahan, membatasi pada bidang yang digeluti.
d.      Komprehensif, yaitu berpandangan menyeluruh, melihat sesuatu dengan pandangan luas.
e.       Normatif, yaitu kita melihat masalah / sesuatu dalam konteks yang seharusnya.
Selain itu, implikasi mempelajari filsafat seperti yang diuraikan Rizal mMustansyir, dkk., (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Bagi seseorang yang mempelajari filsafat diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuan memiliki landasan berpijak yang kuat. Ini berarti ilmuan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian, antara ilmu yang satu dengan yang lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerjasama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
b.      Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak dalam pola pikir “Menara Gading”, yakni hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada diluar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan  nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

















DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta
Sudrajat, Akhmad. 2008. “Hubungan Filsafat dengan ilmu”.
Ramly, Fuad. 2010. “Hubungan Ilmu dengan Filsafat dalam Lintas Sejarah”. Dalam
Bahri, Syamsul. “Filsafat dan Ilmu”.
Sudadi. 2011. “Filsafat Ilmu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar