tekocangkir7.blogspot.com

Minggu, 26 Februari 2012

Meraba Tradisi Nyadran dalam Pesta Laut Tawang


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Folklor Indonesia adalah sebagian dari kebudayaan indonesia yang tersebar dan diwariskan turun-temurun secara tradisional di antara anggota-anggota kolektif apa saja di Indonesia, dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan dan alat-alat bantu pengingat (mnemonic devices) (Danandjaja, 1985::459-495, pada Sulastin Sutrisno, dkk. eds: 460). Penelitian ini akan membahas tentang tradisi dalam pesta rakyat tergolong dalam foklor sebagian lisan (partly verbal).
Tradisi sendiri memiliki pengertian sebagai cara mewariskan pemikiran, kebiasaan, kepercayaan, kesenian dari generasi ke generasi, dari leluhur ke anak cucu secara lisan. Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia yang mempunyai obyek material, kepercayaan, khayalan, kejadian atau lembaga serta diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Koentjaraningrat. 1990:45). Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah suatu pemikiran atau kepercayaan turun-menurun dari nenek moyang, sehingga harus dijaga dan dilestarikan, atau setidaknya kita harus paham arti dari tradisi tersebut.
Indonesia adalah negara kepulauan. Pastinya banyak sekali pantai yang ada di Indonesia dan tentu saja banyak pula tradisi di dalamnya. Salah satu contohnya, di pesisir  utara jawa, lazim diadakan tradisi melarung sesaji ke laut lepas. Objek penelitian yang menarik untuk diketahui bukan? Ya, Penelitian ini akan mengupas tradisi nyadran, khususnya tradisi Nyadran Laut Tawang, desa Gembolsewu, kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal.
Tiap bulan suro, di laut tawang desa gembolsewu diadakan pesta laut yang didalamnya terdapat tradisi nyadran. Tradisi ini turun temurun sejak jaman dahulu dan berlangsung sampai sekarang, dan melakukan penelitian yang bertemakan nyadran di laut tawang merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap kebudayaan Indonesia yang begitu banyak.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana gambaran sosial masyarakat desa Gembolsewu berdasarkan data statistik desa tersebut?
2.       Bagaimana prosesi tradisi nyadran laut tawang?
3.       Apakah pesan “simbolik” yang terkandung dalam tradisi tersebut?

C.     Tujuan Penelitian
Menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang kebudayaan Indonesia, khususnya tentang folklore Indonesia sebagian lisan (partly verbal), serta membuka mata kita akan banyaknya kebudayaan Indonesia yang wajib kita lestarikan dan patut diapresiasi, seperti tradisi nyadran. Pun berguna untuk mendalami makna dibalik diselenggarakannya sedekah laut tersebut. Selain itu, penelitian tentang Nyadran di Laut Tawang ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia.

D.    Kegunaan Penelitian
Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia, khususnya khasanah folklor Indonesia sebagian lisan (partly verbal) di lingkungan sekitar penulis. Selain itu, penelitian lapangan ini juga berguna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian Folklor.

E.     Metode Penelitian
1.      Jenis Data
Data berupa hasil wawancara saya dengan beberapa narasumber. Selain itu, data lainnya yang saya peroleh adalah monografi desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa Gembolsewu.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Ada dua jenis data yang saya kumpulkan, yaitu data sekuler dan data
Primer. Data sekunder berupa laporan data statistik keadaan desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa Gembolsewu. Sedangkan data primer saya dapatkan dari hasil wawancara beberapa narasumber. Selain itu, melalui internet dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.

3.      Teknik Analisis Data
Analisis dilakukan mulai penataan/klasifikasi data, deskripsi data, dan menganalisi pesan “simbolik” yang terdapat dalam tradisi nyadran laut tawang.

F.      Ruang Lingkup Penelitian
Variabel yang menjadi objek penelitian saya adalah tradisi Pesta Laut Tawang yang lebih populer disebut nyadran oleh masyarakat sekitar. Penelitian ini dilakukan dengan cara mewawancarai narasumber yang tahu jelas tentang tradisi nyadran laut tawang.

G.    Sistematika Penelitian
Bab I      Pendahuluan
Dalam bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II     Metodologi ( Kerangka Teoritis)
Dalam bab ini dikemukakan landasan teori yang diperoleh melalui buku-buku yang relevan dan kerangka berfikir.
Bab III               Isi
Dalam bab ini akan dikemukakan hasil penelitian yang meliputi, pengantar, gambaran sosial masyarakat, nyadran di laut tawang, dan pesan “simbolik” dari tradisi nyadran tersebut.
Bab IV   Penutup
Dalam bab ini, dikemukakan simpulan penelitian dan saran yang berkaitan dengan penelitian.


BAB II
METODOLOGI (KERANGKA TEORITIS)

            Penelitian ini menggunakan metode etnografi. Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Secara sistemik karena keiatan yang dijalankan bercorak ilmiah. Sebagai model penelitian, etnografi bersifat luwes, alamiah dan kreatif.
            Langkah langkah mengkaji folklore berdasarkan pendekatan etnografi – sebagaimana dikatakan Spradley (1979) berikut:
1.      Selecting a social situation
2.      Doing participant observation
3.      Making an ethnographic record
4.      Making descriptive observation
5.      Making a domain analysis
6.      Making focused observation
7.      Making a taxominic analysis
8.      Making selective observation
9.      Making a componential analysis
10.  Making a theme analysis
11.  Making a cultural inventory
12.  Writing the ethnography
Pengumpulan data penelitian “Nyadran Laut Tawang” ini digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan sekuler. Data primer berupa hasil wawancara kepada narasumber yang sekiranya tahu tentang tradisi nyadran laut tawang dengan menerapkan cara Snowballing, yaitu mencari dan mewawancarai informan secara berlingkar, bertahap, dan mengerucut sampai akhirnya ditemukan data secara komprehensif. Kategori narasumber digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a.       Gate-keepers adalah orang yang memiliki kekuasaan atas masalah atau masyarakat yang akan kita pelajari. Dalam hal ini Kepala Desa Gembolsewu.
b.      Key-informent adalah sejumlah orang yang (a) bisa menuturkan secara detail tentang masalah yang kita pelajari, dan atau (b) bisa menjelaskan/menganalisis peristiwa atau masalah inti yang kita pelajari. Dalam hal ini Panitia Pesta Laut Tawang yang terlibat atau ikut langsung dalam prosesi Nyadran Laut Tawang.
Gb. Bapak Hasyim Asyari

Nama                                                : Hasyim Asyari
Alamat                                             : Dukuh tegal kapang Rt 02/Rw 11 Desa
Gembolsewu kecamatan Rowosari
Pengalaman terhadap kebudayaan   : Bendahara panitia Pesta Laut Tawang (Nyadran)
2011
c.       General informant adalah warga masyarakat umum. Dalam hal ini warga masyarakat setempat dan para nelayan.
1)      Nama            : Rokhim
Alamat         : Dukuh Pilang Rt 03/ Rw 03 desa Kebonsari kecamatan Rowosari
2)      Nama            :
Alamat         :
Sedangkan data sekulernya berupa data statistik desa Gembolsewu bulan Maret 2011 dari Balai Desa setempat.
BAB III
ISI

A.    Pengantar
Tulisan ini merupakan hasil penelitian lapangan atas tradisi masyarakat Jawa Pesisir Utara, khususnya Laut Tawang yaitu tradisi sedekah laut dengan melarung sesaji  yang berupa kepala kerbau ke laut. Bagi masyarakat setempat sendiri, tradisi ini populer disebut “Nyadran”.
Metode yang saya gunakan adalah mewawancarai narasumber yang sekiranya tahu tentang tradisi nyadran laut tawang dengan menerapkan cara Snowballing, yaitu mencari dan mewawancarai informan secara berlingkar, bertahap, dan mengerucut sampai akhirnya ditemukan data secara komprehensif. Kategori narasumber saya digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
d.      Gate-keepers adalah orang yang memiliki kekuasaan atas masalah atau masyarakat yang akan kita pelajari. Dalam hal ini Kepala Desa Gembolsewu.
e.       Key-informent adalah sejumlah orang yang (a) bisa menuturkan secara detail tentang masalah yang kita pelajari, dan atau (b) bisa menjelaskan/menganalisis peristiwa atau masalah inti yang kita pelajari. Dalam hal ini Panitia Pesta Laut Tawang yang terlibat atau ikut langsung dalam prosesi Nyadran Laut Tawang.
f.       General informant adalah warga masyarakat umum. Dalam hal ini warga masyarakat desa Gembolsewu dan para nelayan.

B.     Gambaran Sosial Masyarakat
Desa gembolsewu, kecamatan Rowosari, kabupaten Kendal merupakan desa yang terkenal dengan tradisi Nyadrannya. Mari kita tilik lebih dalam desa Gembolsewu. Desa ini memiliki luas wilayah 219,700 Ha dengan jumlah penduduk 12.596 (laki-laki 6.373; perempuan 6.223 orang) dengan jumlah kepala keluarga (KK) 3.776.
Dilihat dari kondisi arealnya, daerah ini termasuk dataran rendah. Oleh karena itu, sawah yang dikelola para penduduk umumnya ditanami padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah dan kedele. Kondisi ini mencerminkan bahwa penduduk desa ini sebagian masih menggantungkan sumber pendapatannya pada sektor pertanian. Sedang dalam sektor peternakan, sebagian besar penduduk beternak ayam kampung, itik, kambing / domba, angsa / itik manila, dan sapi biasa. Untuk lebih rincinya, variasi pekerjaan penduduk desa Gembolsewu dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Table 1. Mata Pencaharian Peduduk
Jenis Pekerjaan
Pengusaha
(orang)
Buruh
(orang)
1.      Pertanian
168
4.053
2.      Pertambangan dan Penggalian
-
-
3.      Industri Pengolahan
16
74
4.      Listrik, Gas dan Air minum
2
4
5.      Bangunan
-
38
6.      Perdagangan, Hotel, & Restoran
19
-
7.      Pengangkutan dan Komunikasi
16
-
8.      Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
15
17
9.      Jasa-jasa
-
-
Jumlah
236
4.186
Jumlah pengangguran
128 Orang
Monografi per 3 bulan Desa Gembolsewu, kab. Kendal bulan Maret 2011.
Sumber : Balai Desa Gembolsewu

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa 90% masyarakat desa Gembolsewu menggantungkan hidupnya sebagai buruh petani. Namun, pada observasi lapangan, ada penduduk yang bekerja sebagai buruh petani dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan.
Dari total 12.596 pemeluk agama di desa Gembolsewu, 12.574 orang memeluk agama Islam, sedangkan lainya beragama Kristen Katholik. 
Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas penduduk desa ini masih berpendidikan dasar (SD) sebagaimana tabel di bawah ini:
Table 2. Tingkat Pendidikan Penduduk (5 tahun ke atas)
No
Pendidikan
Jumlah
1.
Akademi / Perguruan Tinggi
112
2.
SLTA
436
3.
SLTP
1.084
4.
SD
4.542
5.
Tidak Tamat SD
2.532
6.
Belum Tamat SD
1.546
7.
Tidak Sekolah
933
Jumlah
11.207
Monografi per 3 bulan Desa Gembolsewu, kab. Kendal bulan Maret 2011
Sumber : Balai Desa Gembolsewu

Desa ini mempunyai cukup banyak sarana perahu motor tempel dan sarana perekonomian pasar ikan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk desa Gembolsewu banyak yang berkutat dengan jaring dan jala sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itu, diselenggarakan tradisi nyadran
Tabel 3. Sarana Kapal / Perahu yang ada
No
Jenis
Jumlah
1.
Kapal
      -    buah     -     PK
2.
Perahu Motor Tempel
1.226  buah 12-30 PK
3.
Perahu
-    buah





C.     Nyadran Laut Tawang
Di berbagai daerah di Pesisir Utara Laut Jawa, lazim diadakan pesta laut yang berupa melarung sesaji ke laut sebagai tradisi turun temurun dari nenek moyang. Penelitian saya ini lebih bertendens pada tradisi nyadran di Laut Tawang desa Gembolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal.
Tradisi nyadran laut tawang adalah pesta laut atau sedekah laut dengan melarung kepala, kaki, dan ekor sapi ke laut, jajan pasar,serta candu-kemenyan ke tengah laut. Tujuan diadakannya tradisi tersebut adalah mengharap berkah dan meminta doa pada yang kuasa agar para nelayan diberi keselamatan saat melaut. Selain itu juga bertujuan agar masyarakat diberi rezeki yang melimpah. Dulunya tradisi ini bersifat syirik karena kepercayaan masyarakat pada waktu itu adalah  kepala, kaki, dan ekor sapi yang dilarung sebagai tumbal laut. Namun, dewasa ini masyarakat telah sadar dan tradisi nyadran pun bergeser menjadi bentuk ucapan syukur pada Allah SWT dan untuk menghormati laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat. 
Sedekah laut ini dilakukan setahun sekali pada bulan suro, dan merupakan kalender tahunan masyarakat desa Gembolsewu. Tradisi nyadran laut tawang biasa digelar pada hari jum’at kliwon di bulan suro. Namun riuh pesta laut tawang sudah terlihat sejak H-7 atau seminggu sebelum pelarungan, karena disana diadakan lomba-lomba, seperti lomba balapan perahu, lomba menghias perahu lomba sepak bola, voli, dll. H-3 diselenggarakan Istigoshah di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) tawang memohon doa pada Allah SWT agar tradisi nyadran berjalan lancar. H-1 diadakan karnaval, arak-arakan sapi yang akan dilarung esok harinya. Jadi, sebelum sapi tersebut disembelih, warga mengaraknya keliling kampung, dari lapangan desa Gembolsewu hingga berakhir di muara Sigentong. Malamnya, sekitar jam 01.00 dini hari, sapi disembelih kemudian dimasak, kecuali kepala, kaki dan ekor. Pada hari-H prosesi ritual mulai tampak saat ular-ularan perahu di muara pantai Sigentong. Di tempat itu, sesaji dan puluhan ambengan atau nasi tumpeng, lengkap dengan lalapan, serta lauk pauk yang dibawa warga maupun pemilik perahu, diturunkan. Dengan dipimpin seorang pemuka agama, warga melakukan doa bersama. Kemudian ambengan dimakan bersama-sama. Setelah prosesi doa bersama berakhir, panitia pesta laut tawang membagikan daging sapi ke seluruh perahu, per perahu mendapat satu bungkus. Setelah pembagian daging, dari muara pantai Sigentong ubarampe sesaji yang berupa kepala, kaki, dan ekor sapi serta aneka jajan pasar diletakkan di dalam perahu kertas sebuah perahu cotok berhiaskan bendera warna-warni. Iring-iringan puluhan perahu nelayan yang sarat penumpang, membentu ular-ularan saat perahu pengangkut sesaji diberangkatkan. Yang terlibat dalam prosesi nyadran laut tawang tersebut adalah Bupati/wakil, Kepala desa, Camat, dan Panitia pesta laut. Jumlah perahu nelayan semakin bertambah saat larung sesaji ke laut lepas diberangkatkan dari muara. Perahu-perahu itu seolah berlomba mengitari perahu kertas isi sesaji yang dilarung ke laut lepas. Sejumlah nelayan mengambil air laut, dan diguyurkan ke perahu masing-masing. Prosesi ini bagi para nelayan dianggap sebagai ngalap berkah.

D.    Pesan “Simbolik” dari Tradisi Nyadran
Pesan simbolik yang terkandung dalam tradisi nyadran laut tawang adalah sebagai manusia kita harus senantiasa bersyukur pada maha agung, Allah SWT. Selain itu, pesan lain yang terkandung dalam tradisi nyadran laut tawang adalah kita harus menghormati mahluk laut, serta menjaga dan melestarikannya, karena laut adalah salah satu sumber kehidupan desa Gembolsewu.















BAB IV
PENUTUP

I.            Kesimpulan
Tradisi nyadran adalah tradisi turun-temurun yang berlangsung sampai sekarang. Dulunya tradisi ini bersifat syirik karena kepercayaan masyarakat pada waktu itu adalah  kepala, kaki, dan ekor sapi yang dilarung sebagai tumbal laut. Namun, dewasa ini masyarakat telah sadar dan tradisi nyadran pun bergeser menjadi bentuk ucapan syukur pada Allah SWT dan untuk menghormati laut yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat.

II.            Saran
Tradisi-tradisi dalam masyarakat seperti nyadran ini sebaiknya harus dilestarikan. Selain itu, semoga tradisi ini makin menyadarkan kita untuk mencintai laut sebagaimana mestinya.















DAFTAR PUSTAKA

Kuntarto, Niknik M. 2010. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Thohir, Mudjahirin. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro
Suara Merdeka. 2003. “Sehari sebelumnya menelan korban, Tradisi Laut Tawang Meriah”.
Dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/3050/31x_smg.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar